Sabtu, 13 Juli 2024

School Tour MPLS SMPN 7 Mataram



School Tour MPLS SMPN 7 Mataram


1. Siapa nama kepala sekolah, Kasubag Tata Usaha, Wakil Kepala Sekolah dan Kepala Perpustakaan Spenju?

2. Kapan berdirinya Spenju?

3. Apa motto Spenju?

4. Sebutkan ruangan yang ada di Spenju?

5. Siapa nama guru pendamping dan kakak pendampingmu?

6. Dimana alamat Spenju?

7. Sebutkan nama akun sosmed Spenju?

8. Apa prestasi Spenju yang pernah kalian ketahui?

9. Siapakah Ketos dan Waketos Spenju ?

10. Sebutkan ekstrakurikuler di Spenju?

11. Apa nama janji siswa Spenju?

12. Sebutkan mata pelajaran yang akan kalian pelajari di Spenju?

13. Apakah kepanjangan dari BK?

14. Kepada siapa kita bisa melaporkan kejadian bullying di sekolah?

15. apa kepanjangan TPPK?

16. Siapakah nama urusan Kesiswaan dan Pembina OSIS?

17. Apakah Kepanjangan dari OSIS?

18. Apa saja peraturan yang harus dipatuhi saat berada di kantin sekolah?

19. Apa pesan moral pada video instagram "Sampahku Milikku Tanggungjawabku"


Senin, 08 Juli 2024

KURIR SANDEKALA

KURIR SANDEKALA

Almaira Esmee Sugiantini

 

Prologue

Waktu itu.

Ragu. Kupandang lagi waktu di handphone jadulku, menunjukan waktu 19.14 WITA. Masih ragu rasanya mau masuk ke rumah itu. Kutengok Kanan kiri jalan satu arah ini sangatlah sepi. Dari gerbang ini menuju rumah bangunan peninggalan Belanda itu mungkin sekitar 15 sampai 17 meter. Kondisinya sepi..... Tanpa penerangan sama sekali. Cahaya yang kudapat hanya dari handphone jadul ini.


Kalau tahu bakal begini gelapnya, malas ku ambil pengiriman terakhir dari ship kerjaku hari ini. Tapi karena tergiur ongkos kirim yang akan aku dapatkan maka ku ambil juga pengiriman ini. Lumayan bisa untuk pakai beli bensin. Koh Edi bilang tadi, sudah ditunggu sama pak Safi'i mantan pegawai kantor pos yang sekarang jadi pengurus rumah peninggalan Belanda ini. Kabarnya rumah ini dibeli kenalan keluarga pak Safi'i.Kuhela napas lagi, Tapi rupa pak Safi'i yang gendut dan tidak berambut itu tidaklah ada tampak sama sekali.

Kalau ku panggil dari sini. Gak bakalan kedengeran sampai di teras itu. Jalan satu-satunya ku harus berani masuk. Kutarik napas dalam-dalam dan mulai mendorong gerbang. Satu kantong plastik besar kutenteng memasuki halaman. Ku tengok ke belakang. Memastikan kunci motor sudah dicabut dan kuraba disaku celana, ada kunci motor itu disana.

Kok sepi sekali sih..., sambil melangkah ku mulai menyesali keputusanku untuk antar belanjaan ini. 2 pak lilin, 1 kg gula pasir, 4 kotak susu cair, 1 bungkus roti tawar, 1 cup mentega dan 1 pak korek api kayu.

Teringat kata Andi tadi, waktu dia mengantarkan belanjaan untuk bos nya pak Safi'i tempo hari, dia diberi tips yang cukup lumayan. Ku tengok kanan dan kiri sambil melangkah mendekati teras, sepanjang jalan masuk sampai teras rumputnya sudah rapi, dan sudah ditanami bunga-bungaan juga rupanya. Bersih dan tertata rapi.

" Permisi.....permisi.....pak Safi'i....saya kurir dari Edi mart. Permisi." Kumulai berteriak memanggil pak Safi'i. Berat rasanya belanjaan ini. Maka kutaruh dibawah sambil mulai merogoh handphone disaku. Kalau kunyalakan handphone pasti ada cahaya sedikit pikirku.

"Permisi.....permisi.....pak Safi'i.....ini Bagas pak, dari EdiMart, mengantarkan barang pesanan."teriakku lagi. Masih sepi, tanpa jawaban. Kuintip kedalam dari jendela kaca dengan penerangan lampu dari handphone, tidak ada tanda - tanda orang didalam.

Mati. Sialan. Cahaya handphone mati. Kujadi sulit melihat kedalam lagi, pandangan kualihkan ke handphone agar mau nyala lagi. Sulit , handphone jadul ini sudah gak bisa diajak kompromi.Ku ketok-ketok kecil belakang handphone jadul ini agar mau menyala. Kesal sendiri, saat-saat cukup mencekam gini handphone gak mau nyala.

Sepi.....lalu....Samar-samar ku dengar langkah kaki. Samar-samar ku dengar lantai kayu yang berbunyi. Samar-samar mulai nampak cahaya dari ujung anak tangga. Cahaya lilin yang tidak mau diam, meliuk-liuk mempersulit untuk ku melihat siapa yang membawa lilin..Kumasukan handphone kesaku celana, percuma tidak mau nyala. Kudekatkan muka dan kedua telapak tangan ke kaca jendela. Memastikan ada cahaya dan ada orang yang akan membuka pintu,

Samar-samar cahaya lilin itu mulai menuruni tangga. Siapa itu. Jantungku rasanya berhenti berdetak. Kakiku rasanya kaku. Cahaya lilin dan orang itu sampailah di anak tangga paling bawah. Itu perempuan. Itu hantu. Itu perempuan hantu Belanda, penghuni rumah ini. Pikirku.

" Hantu......!!!!!! "  teriakku sambil lari .....tak perduli dengan belanjaan yang Masih tergeletak dilantai teras, tak perduli dengan tips yang besar, tak perduli berapa Kali kutersandung, tak perduli sandalku tertinggal satu. Yang ku perduli, sampai pintu gerbang. Dorong motor sekencang-kencangnya. Kudorong terus motor. Tak kuperdulikan suara dibelakangku ...." Hei....hei ..." Tujuanku cuma satu. Lari dari situ.

Setelah lelah ku berlari sambil mendorong motorku, baru ku sadar, kenapa tidak kunaiki saja motor ini dari tadi. Bodohnya aku. Lalu mulaiku cari kunci motor disaku, nyalakan mesin motor. dan melaju tanpa tengok belakang lagi. Rumah ...... Pulang ke rumah yang ada dikepalaku.

Rumah. Akhirnya sampai juga. Rasanya lama sekali perjalanan dari rumah tua peninggalan Belanda diujung desa itu sampai ke rumah.

Tak bisa kulupakan wajah perempuan Belanda itu yang samar tertimpa cahaya lilin. Dengan rambut gelombang emasnya yang terurai sebahu. Apakah tadi yang kulihat itu nyata. Apakah hantu itu benar adanya. Lama ku merenung diatas motor tuaku yang sudah terparkir di depan rumah.

Pintu rumahku terbuka, " Kok lama sekali masuk kedalam kak? Cepetan, mandi terus kita makan." Anggi melongok dari balik pintu. Kuhanya bisa mengangguk lesu. Tak akan kuceritakan pada Anggi. Nanti hanya akan jadi bahan olok-olokan dia saja, tekadku.

Tiga hari yang lalu.

Kupandangi dengan bangga hasil kerjaku sore itu. Motor tua, dengan cat yang sudah memudar, banyak lecet dimana-mana ini telah bersih tak tercela. Senyum puas kuhadiahi pada diriku sendiri. Besok pagi - pagi sekali akan kupamerkan pada Andi, Rahma,Ayu dan Maya rekan kerjaku di toko serba ada milik Koh Edi, " EdiMart."

" Kak Bagas disuruh mandi sama ibu, cepetan !. Bapak sudah mau pulang lho, Anggi sudah bantu atur meja makan." Anggi berlari masuk lagi kedalam rumah.

" Jangan lari-lari dalam rumah Anggi !!" Teriak Bagas dari teras.

" Mandi kata ibu, bau tahu." Sahut Anggi sambi berlari masuk kedalam rumah  seperti tak perduli dengan peringatan kakaknya.

Dipandanginya lagi hasil kerjanya petang itu. " Bersih .... Seperti baru. Besok adalah hari pertama persahabatan kita terjalin kawan. " Ucap Bagas sambi mengelus jok motornya.

 

Seminggu yang lalu.

" Bu, tadi bapak dipanggil Manager Cabang." Kata bapak memecahkan kesunyian makan malam hari itu. Ibu meletakan sendoknya dipiring, urung menyuapkan nasinya. Cemas...tampak jelas diwajah ibu. Tapi, sebelum ibu mulai menghujani bapak dengan segala pertanyaan dan teorinya, bapak segera melanjutkan bicaranya setelah menengguk minumnya.

" Kata bos bapak dikantor, mulai tanggal 1 bulan depan,  bapak akan mengepalai divisi pengiriman dalam kota, jadi untuk mempermudah kerja bapak, bos di kantor memberikan fasilitas berupa kendaraan. Jadi, 4 hari lagi bapak akan mendapatkan motor matic keluaran terbaru yang sudah ada logo "JNE " nya dan tulisan motonya, connecting happiness, menyambungkan kebahagiaan dari generasi ke generasi." Jelas bapak.

Kami langsung bangkit dari kursi masing-masing dan memeluk bapak di kursinya. Bapak tertawa bahagia.

" Jadi motor astrea lama bapak bisa Bagas yang pake ya ?" Tanyaku penuh harap sambil memandang bapak yang sibuk dengan kunyahanannya. Lalu bapak mengangguk-anggukan kepalanya.

" Bener pak ?" Tanyaku memastikan.

"Iya." sahut bapak. " Tapi,  besok siang bapak bawa ke bengkel untuk ganti olinya dulu, dan mengecek rem dan mengganti joknya yang robek. Biar nyaman kamu pakai nanti. Tapi ingat berhubung kamu masih 16 tahun, kamu gunakan motor itu untuk ke sekolah dan untuk mempermudah kamu kerja sambillanmu di toserba Koh Edi saja. Jadi kalau pulang gak jalan kaki lagi.

" Makasih pak, makasih,"sahutku penuh senyum. Sibuk membayangkan enaknya punya motor sendiri tanpa harus nunggu giliran pakai dengan bapak.

" Berarti Anggi mulai tanggal 1 dianter jemput kak Bagas kan pak ? Gak jalan Kaki lagi kalau sekolah. Tanya Anggi penuh harap.

" Oh iya. Tugas antar jemput sekolah kamu nanti kak Bagas yang urus." Sahut bapak sambil bersadar di kursinya tanda sudah selesai makan malamnya.

" Sekarang Anggi bantu ibu cuci piring dulu." Perintah ibu.

 

Epilogue

Sore ini.

Kuparkirkan motorku didepan toserba tempatku  bekerja paruh waktu, EdiMart. Setelah pulang sekolah langsung kukesini tanpa ganti baju dulu. Agak ragu ku mau masuk. Sudah kubisa bayangkan marahnya Koh Edi dengan kejadian pengiriman kemarin petang. Pastinya pak Safi'i sudah mengkomplain atas pelayanan ku yang tidak baik. Tapi ku ingat pesan bapak semalam, setelah makan malam kuceritakan kejadian menyeramkan itu pada bapak. Berdua saja dengan bapak. Bapak mendengatkan dengan serius. Tanpa menertawakan tingkahku sama sekali. Tingkah yang sampai lupa mengambil uang pembayaran atas barang yang dipesan. Bapak bilang, " Kamu harus berani bertanggungjawab  atas kelalaian yang sudah kamu perbuat. Sebagai seorang kurir pantang pulang kalau barang kiriman belum sampai ditangan pelanggan. Semua kurir punya cerita suka dukanya sendiri, jadikan motivasi untuk lebih baik lagi dalam melayani." Pesan bapak malam itu.

Tidak mengambil pembayaran pengiriman barang kemarin petang itu. Untuk mengganti kerugian Koh Edi, bapak bersedia membantu membayarkan dahulu atas barang pengiriman petang itu. Konsekuensinya uang jajanku akan dipotong. Nasib.

Semua sedang tertawa didepan meja kasirnya si Rahma,, ada Koh Edi, ada Andi, ada Maya dan seperti ada pak Safi'i juga. Kuhela napas panjang sambil mendorong pintu kaca toserba. Tawa riuh mereka makin menggema melihat kedatanganku.

" Wah jagoan kita muncul juga rupanya ." Koh Edi berkata sambil tertawa. Rahma Dan Maya senyum - senyum geli.

" Koh, saya minta maaf, tidak langsung bawa uang COD nya kemarin petang. Saya langsung pulang ke rumah." Tuturku sambil menunduk malu. Tidak biasanya saya berlaku tidak tepat waktu dalam menyeramkan uang hasil COD barang begini.

" Sudah dibayarkan langsung sama pak Safi'i nya nih, sambil menceritakan kejadian dimana kemarin petang kamu lari tungganglanggang sambil dorong motor. Habis lihat hantu,  ya? "  Sahut Koh Edi sambil menahan tawa.

Pak Safi'i yang dari tadi diam langsung tertawa terbahak -bahak.perut gendutnya, bergerak turun naik mengikuti irama tawanya.

"Loh, Koh Edi kok bisa tahu saya lari lihat hantu ?"Tanyaku kebingungan.

" Itu bukan hantu. " Kata pak Safi'i. " Itu ibu Wilhelmina Nichmann, orang Belanda yang menyewa rumah yang saya pelihara. Sudah lebih dari seminggu beliau disini. Beliau itu datang jauh-jauh dari Amsterdam mau ber nostalgia, dahulu kakeknya adalah staff kantor pos Belanda yang ada di Kota kita ini pada masa penjajahan dulu gitu. Nah rumah itu dulunya tempat kakeknya tinggal." Jelas pak Safi'i panjang lebar.

" Jadi sandekala kemarin itu yang saya lihat bukan hantu perempuan Belanda kan pak ?"Tanyaku untuk lebih yakin.

" Lah ya bukan. " Tegas pak Safi'i lagi. Diiringi tawa dari semua.

 

Karya.     : Almaira Esmee Sugiantini

Kelas.     : 8A

Sekolah  : SMPN 7 Mataram

Alamat.   : Jl.Bung Karno No.88 Pagutan, Mataram NTB


#JNE

#ConnectingHappiness

#JNE33Tahun

#JNEContentCompetition2024

#GasssTerusSemangatKreativitasnya


Selasa, 18 Juni 2024

PLUMERIA DITEPI LAUT

PLUMERIA DITEPI LAUT

_Nadita_


      Kala ombak-ombak jernih berbuih pagi itu serasa menawarkan pelukan hangat. Rayuan Ibunda Lautan memabukkan si Duyung, rambut panjang sehitam arang dihiasi embun pagi, sebiji titik pada ujung matanya tertutup tangan Ibunda, buih-buih cinta Ibunda menyelimuti si Duyung muda. Duyung tetaplah Duyung yang gemar bermain bersama kawananya, seperti kicauan burung camar yang mengiringi kesehariannya, seperti kerang-kerang yang menghiasi si Duyung penuh cinta bagai kakak perempuan yang penuh kasih, sedangkan pasir putih menjadi tempat singgahnya, dan Lautan menjadi rumahnya.

       “LIR!” Teriak si Duyung muda itu dari kejauhan. Seukir senyumku berikan padanya, Duyungku itu keluar dari pelukan Ibundanya. Sekeping buih mengkilat berkah dari Ibundanya jatuh dari tubuhnya, seakan memberi tanda cinta pada si Duyung.

    “Sudah berapa lama?” Dia menghampiriku yang bersandar pada sebuah pohon mangga menjulang jauh ditepi lautan. Embun nakal masih menyelimuti dirinya, satu dua buih turun tidak kuat akan pesonanya.

    “Sudah dari tadi… bunga kesukaanmu.” Sela-sela surai dan indra dengarnya, ku sisipkan sebiji bunga Kamboja kuning-merah. Kamboja, kumohon jadilah seperti kerang-kerang yang menghiasinya layaknya kawan setia si Duyung. Dia tersenyum penuh malu. Ah.. rawan sikapmu penuh malu hari ini dan esok nanti menjadi ombak ganas samudra Hindia.

       Dia selalu suka bunga-bunga itu menyertai jejaknya, katanya sebagai pengingat akan kenangan kita dan juga dirinya. Iya, kenangan yang sudah lama sekali memang, empat tahun yang lalu kala Ayahanda Pertiwi mempertemukan kita. Seuntai bunga kamboja ditangannya dan aku menggenggam sungkur dikiri serta ujuk di kanan. Dia menoleh tak sengaja mata kami bertaut seperti terikat benang merah muda, membisu bersama dijalan kenangan milik Ayahanda, jalan tak luas dan sederhana itulah menjadi puncak fana merah muda yang merusak logikaku.

     “Kenapa?” Tanyanya penuh malu, lagi-lagi seakan menunjukan sifat yang berbeda biasanya selalu ganas karena terlalu sering bermain dengan ombak. Sungguh itu membuatku bagai bunga kamboja yang berada digengamanmu, berpasrah pada dirimu yang memetikku. Kamboja mengintip diujung sana menjadi saksi hari itu. Biarkan saja dia melihat, biar dia memberi tahu kawannya disana tentang kisah ini.

      Mentari, tahan dulu kasihmu Rembulan, Duyungku belum usai tersenyum jangan juga biarkan senyumnya usai Ayahanda Pertiwi, anakmu tidak akan suka jika kasihnya memudar tawanya, biarkan permpuanku berdansa bersama Ibunda Lautan dengan tarian penuh cahayanya. Biarkan anakmu menghabiskan waktunya untuk kasihnya.

“Lir! Ayo kemari.” Katanya penuh tawa, ditepi lautan dia bermain bersama ombak-ombak layaknya kawan akrab. Memang benar tak salah, dia memang berkawan dengan ombak-ombak seperti darah hidupnya adalah ombak itu sendiri.

“Ayo, hanyutkan bunga-bunga ini.” Tangannya dengan semangat menghanyutkan beberapa kamboja untuk dibawa arus ombak. Tentu, dia selalu melakukan ini sebagai tanda terimakasihnya pada lautan yang telah menemaninya bermain seharian.

Hanya anak dari Pertiwi dan Lautan tak pantas mengharapkan abadi, hanya fana yang didapat walau separuh jiwa tak rela. Bukan Pertiwi maupun Lautan yang mampu mencipta, hanya sosok kecil yang ingin memberi curahan kasih untuk tebalan takdirnya, bagus-bagus memberikan sisi yang baik-baik untuk Semesta. Usai sudah, kini harus kembali menabung rindu. Kita akan bertemu lagi Duyungku, mungkin.

Kamboja yang kau tabur, kembali kepermukaan bersama hilangnya dirimu, mereka seperti memberi tahuku bahwa dirimu sudah sepenuhnya menjadi satu dengan Ibundamu, dengan kawananmu, dengan kerang-kerangmu, dengan ikan-ikan kesukaanmu. Ombak-ombak menjadi tempatmu bersemayam, tempat kesukaanmu dan karang besar menjadi nisanmu, karang kesukaanmu. Dirimu abadi didalam sana, apa kamu senang bisa bersatu dengan lautanmu, Duyungku?

          26 Desember 2004, Duyungku kau benar-benar menjadi ombak untuk kita, hilang bersama Ibundanya tak tau dia menyelam seberapa dalam. Tak ada lagi yang bersenandung menari bersama ombak, camar-camar pun sudah kehilangan penggemar setia lagu-lagunya, kerang-kerang bingung harus merias siapa lagi, dan kamboja masih tetap setia samapai akhir menemani indahmu, Duyungku.

          “Aku kembali bersama angin laut untuk bertemu dengamu namun aku lupa bahwa kamu telah pergi bersama arusmu.”

Karya Putu Nadita Augustina Putri, Kelas VIII.B - IG : nadinadita
Pembina Literasi Digital Spenju : Ummul Karyati, S.Pd - Ahmad Kadafi, S.Si
Support "Literasi Digital dan Media Center Spenju"


Ikuti informasi seputar pendidikan melalui kanal berikut:

Instagram : smpn7 Mataram_

Facebook : Spenju Times

YouTube : SMPN 7 Mataram Official

TikTok : SMPN 7 Mataram_

Blogger : smp7mat.blogspot.com


Sabtu, 18 Mei 2024

RENJANA UNTUK NARAPATIKU

RENJANA UNTUK NARAPATIKU

'Karya Siswi Spenju (tak terucap dalam gelap)'


Karung besar yang berat jatuh kedalam lautan biru gelap, seekor lumba-lumba muncul dari pelukan lautan, satunya lagi menghampiri sohibnya. Nelayan berburu ikan-ikan, satu dua ekor ikan berhasil kabur dari jala nelayan, kini ikan itu sudah sebesar perahu nelayan. Percayakah kalian itu? 

Harmoni tembang lautan menyapu indra pendengar, suara riuh-riang menghiasi subuh itu, para pekerja, nelayan, pedagang, serta warga pesisir memulai hari. Arunika muncul dari ufuk timur, memaku nanar padanya. Jam yang gelap dan jahat berakhir, dia selalu muncul untuk menjadi yang paling bersinar. Sebagian tak bisa melihat indahnya, mereka terlalu malas untuk melihat lebih dalam dirinya. 

Arung duduk dibawah pohon mangga yang menjulang besar, manik matanya menatap kearah utara, rambut hitamnya bergerak mengikuti goyangan angin, kulit putihnya terpapar sinar manis mentari, dia seperti lautan saat Arunika terjadi, begitu indah dan tak banyak yang memandangnya dengan mata hati. Teman seumurnya, bermain juga bercanda dengan banyak mawar, hanya dia yang menjauh agar tak terkena duri. Dari barat, arah yang tak dia lihat, Badai mengintainya dengan tatapan penuh kagum seketika ingin menjadi Bidadari untuk Arung. 

“Rung, aku cinta kamu.” Badai takut, malu, dan resah, segera setelah berucap seluruh yang berkaitan tentang Arung ia bisukan. Kapan? Kapan Badai merasa seperti ini? Bagaimana? Bagaimana bisa yang terkenal tak tahu malu, meluluh-lantahkan segala di depannya, menerobos apapun yang menghalanginya, bagaimana bisa kini ia penuh malu dan ragu?

Mereka merenggang seperti epilog tanpa prolog, Badai berharap Arunika memberkatinya. Hidupnya penuh gelap dan seram, selamanya ia merasa takut dikeliling kabut asap yang menyesakan, dia ingin berjalan dalam dekapan Pertiwi tanpa ragu, tanpa takut, ingin pendengarannya dipenuhi kicauan burung riang yang semanis mata kucing bukan suara berisik penuh maki untuknya, ingin merasakan hangatnya matahari yang lembut dan damai bukan rasa malu penuh khawatir yang mempertaruhkan kejernihannya. Dia selalu dituntut menjadi Badai yang selalu kita kenal, berbisa dan menyesatkan.

Naas, nasib Badai selalu mencerminkan dirinya.. merusak tapi akan berakhir walau kerusakan itu hanya akan diberikan plester luka tak berobat. Mungkin ia berfikir semuanya telah berakhir dikala dunia luluh lantah olehnya namun rasa dungu yang membelenggu tak kunjung melepaskan belenggunya. Dia masih menikmati matahari terbit sebagai puncak dari rindunya seolah ia sedang memuja keindahan Arunika lewat manik kagumnya, ia akan selalu memuja Arunika walaupun keindahan itu tak abadi sebab Arunika akan berganti menjadi Sandhyakala yang artinya malam yang gelap dan jahat kembali mengingatkannya dengan dunia penuh ular. Sang Kala perlahan mulai muak, ia mengubah Badai menjadi Purnama, Arunika yang menjadi Aditya, dan Arung menjadi Maheswara. Hingga semua melangkah menuju jalan yang berbeda, Maheswara akan selalu melihat rakyatnya bagaikan Aditya untuk mereka, sedangkan Purnama akan melihat Aditya sebagai sumber cahayanya. 

Purnama yang masih menjadi satu dengan kegelapan dikelilingi awan hitam yang pekat, merintih dan selalu mengumpat atas segalanya, melepaskan kendalinya hingga akhirnya digembala oleh Sang Chandra. Sang Hyang Chandra menyaksikan kegundahan Purnamanya walau cemburu ia tetap membantu kasihnya agar setidaknya bisa mendapatkan impiannya walaupun nantinya Purnama akan tetap menjadi milik malam dan miliknya. 

“Dari! Tunggu!” Dari berlari dalam padang bunga melati kesukaannya dari belakang Arung mengejarnya dengan senyum yang selalu dirindukannya. 

“Kamu lama, Rung!” Arung mendengar teriakan Dari mempercepat lajunya saat ketika lengan Dari digapainya sekilas senyum manis kembali merekah, Dari selalu suka dan rindu senyuman manis Arung.

“Ri.. jangan pergi pakai selendang ajaibmu ya?” Saat berucap Arung menggenggam lembut lengan Dari, ia menuntun Dari duduk di tepi laut dengan pohon disisi kanannya, ada kekhawatiran Arung disetiap bait ucapannya. 

“Kamu fikir aku Bidadari istrinya Jaka Tarub apa ya?” Dari duduk bersender dengan pohon didekatnya, ia tersenyum puas saat mendengar kekhawatiran dari Arung, ada rasa gemas dalam hatinya saat Arung berucap.

“Bukan Bidadarinya Jaka Tarub, tapi Bidadarinya..” Gelap. Purnama terbangun, ada rasa yang hilang dalam hatinya.. hanya mimpi yang terlalu indah untuk menjadi sebuah kenyataan untuk Purnama yang berharap menjadi Bidadari untuk Maheswara. Triasih ditepi lautan dengan berkat dari Arunika mungkin terlalu liar bahkan untuk separuh jiwa dari Badai sendiri.

Purnama meredup dan menghilang, bersembunyi dibalik bintang-bintang. Mengenang segalanya tentang Pertiwi yang berpindah dalam manik nanarnya. Kupu-kupu yang mencari bunga mengingatkannya tentang kenangannya empat tahun lalu. Ingatkah kamu? 

“Angin darat hanya mengantar nelayan pergi, bukan pulang. Apa aku bisa kembali bersama angin laut untuk berjumpa denganmu?”

----------------------------------------------------------

Pembina Literasi Digital : Ummul Karyati, S.Pd dan Ahmad Kadafi, S.Si

Support "Media Center Spenju"

Ikuti informasi seputar SMPN 7 Mataram melalui kanal berikut:

Instagram : smpn7mataram_

Facebook : Spenju Times

YouTube : SMPN 7 Mataram Official

TikTok : smpn7mataram_

Saluran WhatsApp : Spenju Times

Blogger : smp7mat.blogspot.com


Jumat, 10 Mei 2024

Guru Pendidikan


_Ni Putu Pusviantari_


Nilai bukan segalanya, tapi segalanya akan butuh nilai.

Pendidikan bersembunyi di lebatnya kabut malam ini.

Tak ada yang peduli.

Sebagian tertawa bodoh membanggakan diri, menghina yang sedang menjadi penompang bangsa.


Pendidikan diremehkan, dijadikan candaan seolah angin lewat yang tak berguna. 

Pahlawan bersedih diatas awan, perang diatas buku pendidikan.

Apakah ada harganya?


Ki Hajar Dewantara berseru dengan lantang, anak muda harus menjadi pemimpin bangsa.

Ini bukan tuntunan tetapi cara untuk membanggakan.


Beberapa anak muda bertekad berlari menggunakan sepatu berduri, mencoba melewati tantangan demi masa depan negeri.

Para guru di belakang mendorong jauh dirinya,  mencoba menjadi tumpangan para murid yang tercinta.

Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Di depan tauladan, di tengah motivasi, di belakang dorongan dukungan.


Pendidikan maju di depan dengan barisan guru yang teladan di belakang, para murid yang membara jiwa semangatnya akan menjadikan bangsa Indonesia berkualitas dan maju dimata dunia.


Selamat hari pendidikan nasional untuk kita semua.


Karya Ni Putu Pusviantari, Kelas VIII.E
Pembina Literasi Digital Spenju : Ummul Karyati, S.Pd - Ahmad Kadafi, S.Si
Support "Media Center Spenju"


Ikuti informasi seputar pendidikan melalui kanal berikut:

Instagram : smpn7 Mataram_

Facebook : Spenju Times

YouTube : SMPN 7 Mataram Official

TikTok : SMPN 7 Mataram_

Blogger : smp7mat.blogspot.com

Kamis, 02 Mei 2024

Pensi Spenju 'BABAD TANAQ SASAK' Ramaikan Peringatan Hardiknas 2024

*dokumentasi tim media center spenju

2 Mei, Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) sebagai penghormatan terhadap peran penting pendidikan dalam pembangunan bangsa. Hari ini bukan hanya sebuah perayaan, tetapi juga momentum untuk merefleksikan pencapaian, tantangan, dan masa depan pendidikan di Indonesia. Hari Pendidikan Nasional diperingati untuk menghormati kelahiran Ki Hadjar Dewantara, seorang tokoh pendidikan Indonesia yang dikenal sebagai pelopor pendidikan bagi anak-anak pribumi. Ki Hadjar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889 dan memainkan peran kunci dalam memperjuangkan hak pendidikan bagi semua anak-anak Indonesia, tanpa memandang suku, agama, atau status sosial.

Hardiknas kali ini mengusung tema 'Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar'. Siswa-siswi SMPN 7 Mataram  menampilkan berbagai pentas seni (pensi) kolaborasi lintas generasi 'Babad Tanaq Sasak' pada momen Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) Tahun 2024 di SMPN 7 Mataram, pada Kamis (2/5/2024).

Dalam acara pensi ini yang bertindak selaku host adalah Ibu Ni Made Lami Wijati, M.Pd dan Ibu Erny Yuliansari, S.Pd,. GR, acara ini dibuka oleh Kepala SMPN 7 Mataram Bapak Imam Purwanto, S.Pd kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan Tembang Sasaq Subhanalle yang disuguhkan oleh Bapak I Komang Sugiata, S.Ag (Pak Mangku), Bapak Lalu Wiraja, S.PdI (Miq Ajouq), Bapak Faesal Gunawan, S.Pd,. GR (Pak Ical Boling),  kemudian dilanjutkan dengan penampilan Tari Oncer lebih dari 50 Siswi SMPN 7 Mataram, pertunjukan Musik Tradisional Sasak yakni Gendang Beleq dilanjutkan Musikalisasi Puisi (Puisi Bahasa Sasak, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia), kemudian penampilan dari ekstrakurikuler Spenju English Club dengan menampilkan orator yang bersemangat menggunakan Bahasa Inggris kemudian dilanjutkan penampilan seni Pantomim oleh 2 siswa yang telah meraih juara 1 pada ajang FLS2N Tingkat Kota Mataram Tahun 2024, kemudian penampilan penyanyi lagu sasak hingga pertunjukan Seni Hadrah yang menghibur pada rangkaian acara tersebut.

'Kepala SMPN 7 Mataram - Bapak Imam Purwanto, S.Pd'

Dalam sambutannya, Kepala SMPN 7 Mataram Bapak Imam Purwanto, S.Pd. Sangat mengapresiasi atas penampilan pentas seni yang disuguhkan dengan berkolaborasi lintas generasi baik guru maupun para siswa-siswi SMPN 7 Mataram dalam Peringatan Hardiknas 2024 serta tak lupa beliau menyampaikan ucapan terimakasih untuk semua yang terlibat dalam kegiatan ini.

Beliau mengatakan, tantangan dunia pendidikan kedepan semakin besar, bagaimana para orang tua dan guru dapat menyiapkan para generasi muda untuk siap menghadapi dunia nyata maupun dunia digital.

"Kita harus menghargai bahwa anak-anak kita punya kehebatan di bidangnya masing-masing, dan tugas kita bagaimana kita mau memfasilitasi bakat-bakat mereka supaya terasah, memiliki nilai, dan supaya bisa menjadi pegangan bagi mereka untuk kemandirian mereka di masa yang akan datang," tambahnya.

Pelaksanaan Peringatan Hardiknas Tahun 2024 juga turut dihadiri Bapak/Ibu Guru berserta 1.350 siswa/siswi SMPN 7 Mataram. (AK).


kuti informasi seputar SMPN 7 Mataram melalui kanal berikut:

Instagram : smpn7mataram_

Facebook : Spenju Times

YouTube : SMPN 7 Mataram Official

TikTok : smpn7mataram_

Saluran WhatsApp : Spenju Times

Blogger : smp7mat.blogspot.com

Minggu, 21 April 2024

KARTINI YANG KUTAHU

"Kartini Yang Kutahu"

Karya - Almaira Esmee Sugiantini


Kartini yang kutahu

Ku dapat dibangku sekolahku

Tertulis dalam buku-buku

Menuturkan perjuangan agar wanita bisa setara dan berilmu

Agar mampu mengarungi zaman dan waktu


Kartini yang kutahu 

Mendidik, membimbing, membekaliku, sinau, dan bertingkah laku 

Yang mencerminkan Kartini seperti dibuku

Dan untuk itu

Terima kasih ku padamu

Kartini-kartini disekelilingku

Ibu, nenek, serta kau Guruku


Kartini yang Kutahu - Karya Almaira Esmee Sugiantini VII.A_SMPN 7 Mataram

Ig : @mairaaspenjoee_

Motto hidup : "You can work hard, but if you don't work smart, you'll work for the rest of your life" -Tony Stark Iron Man

Pembina Literasi Digital : Ummul Karyati, S.Pd dan Ahmad Kadafi, S.Si

Support "Media Center Spenju"

Ikuti informasi seputar SMPN 7 Mataram melalui kanal berikut:

Instagram : smpn7mataram_

Facebook : Spenju Times

YouTube : SMPN 7 Mataram Official

TikTok : smpn7mataram_

Saluran WhatsApp : Spenju Times

Blogger : smp7mat.blogspot.com

Jumat, 19 April 2024

Mother Wound

Mother Wound

_Aurelia_


Terlihat seorang gadis yang sedang duduk menangis di sudut kamar nya. Ia begitu sedih. Ia berulang kali menghapus air mata nya yang mengalir membasahi pipi nya dengan kasar, sehingga membuat sekitaran pipi nya merah. Suasana dikamar gadis tersebut sepi bahkan sangat sangat sepi. Hanya terdengar suara dengungan ditelinga dan isakan nangis dari sang gadis cantik itu.

Gadis itu memendam wajahnya diantara kedua kakinya. Hingga menjelang beberapa menit, terdengar suara langkah kaki dari kejauhan yang semakin terdengar dekat didepan pintu kamar sang gadis. "Kamu lemah sekali. Dasar anak cengeng, baru dimarahi seperti itu saja kau sudah nangis! Kamu dimarahi belum seberapa saat aku dimarahi. Ughh.. dasar cengeng." Ujar seorang anak laki-laki yang berbicara dengan nada mengejek didepan pintu kamarnya Mavera. Mavera, atau Mavera Alastriona adalah nama anak perempuan yang sedang menangis itu. Dan anak laki-laki yang berdiri di depan pintu kamar nya adalah kakak laki-lakinya, Owen Emerson Argantara. Mavera menatap kakak laki-laki nya dengan tatapan lesu. Wajahnya Mavera memerah, rambutnya berantakan dan air matanya yang membasahi pipi nya.

"Iya. Aku memang cengeng dan lemah! Jangan bandingkan aku dengan mu. Pergi dari kamar ku! Jangan ganggu aku." Jawabnya dengan nada yang sedikit gemetar dan ketakutan. "Heh. Pantesan ibu membenci mu dan tidak menyayangi mu, dari kecil kau hanya bisa menangis saja busanya, kau hanya beban dikeluarga ini. Dasar tidak berguna!" setelah selesai bilang begitu, Owen langsung pergi meninggalkan Mavera sendiri dikamar nya.

Mavera kini merenungkan diri lagi dengan suasana yang sepi. Mavera terus mengeluarkan air mata nya. "Kenapa aku selalu di bilang tidak berguna? Kenapa aku selalu di salahkan? Kenapa aku selalu di marahi? Kenapa ibu tidak pernah menyayangi ku?" Itu yang ada di pikiran Mavera sekarang, Ia selalu mengingat kejadian tadi.

Mavera saat itu sedang menyuci piring didapur, dan tidak sengaja menjatuhkan salah satu piring itu. Suara pecahan piring itu sangat nyaring dan besar suaranya, Mavera merasa panik dan gelisah saat melihat itu, dengan cepat dia mencoba membersihkan bekas pecahan piring itu dengan tangan kosong nya. Tapi, tak lama kemudian, seorang perempuan paruh baya yang bernampilan sangat modis berjalan kearah nya. Terlihat dari wajah perempuan itu sangat marah saat berjalan.

"Kau itu selalu saja bikin semua barang rusak! Tidak bisa kah kau mengerjakan nya dengan hati-hati!?" Ucap Wanita itu yang sedang memarahi Mavera.

"I.. ibu. Maafkan M-mavera. Mavera tidak sengaja, sungguh! T.. tangan mavera terlalu licin, ibu." Mavera menundukan kepalanya. Terlihat mata Mavera berkaca-kaca seperti ingin menangis.

"Alahhh! Bilang saja kalau kamu itu marah sama ibu, karna ibu menyuruh mu untuk membersihkan rumah! Apa kau tidak tau? Ibu ini capek! Ibu sudah capek membesarkan mu! Kau itu selalu membuat masalah dan membuat ibu marah setiap hari! Dasar pemalas! Kau itu sungguh beban disini! Dasar anak tidak berguna!" Sang ibu terus memaki Mavera dan menggunakan nada kasar saat berbicara. Mavera menahan tangisnya yang kini tak terbendung lagi, air matanya kini menetes ke pipi nya, dengan segera ia menghapus nya. Jika ibu mengetahui Mavera nangis, itu akan membuat ibu marah lagi.

"Bereskan semuanya! Ibu tidak mau tau! Kau itu selalu saja mencari masalah! Hidup mu merepotkan saja! Mending kamu tidak usah lahir didunia ini, ibu nyesel punya anak seperti mu!" Kemudian sang ibu pergi dari dapur menuju kamar nya.

Mavera sangat tertusuk dengan perkataan ibu nya itu, tetapi Mavera berusaha tidak mendengarkan perkataan yang keluar dari mulut sang ibu. Ia pun dengan segera membersihkan serpihan-serpihan piring tersebut, dan memasukan nya kedalam plastik hitam lalu membuang nya.

"Kata-kata ibu selalu saja seperti itu. Sejak kecil aku selalu dibilang hanya merepotkan dan tidak berguna. Ibu bilang aku pemalas. Ibu selalu bilang bahwa ia menyesal punya anak seperti ku. Sebenarnya di lubuk hati yang dalam aku merasa sakit mendengar semua ucapan itu. Apalagi yang berkata seperti itu adalah ibu ku. Aku ini terlalu lemah. Bahkan sangat lemah" Mavera tidak pernah menceritakan semua ini pada siapapun. Dia hanya memendamnya di dalam hatinya. Mavera terkenal sebagai anak yang pinter dan aktif di sekolahnya. Mavera duduk di bangku kelas 2 SMP. Gadis itu kini terlelap dalam tangisannya di sudut ruangan kamarnya. Entahlah rasanya menyedihkan melihat pemandangan seperti ini seorang gadis yang seharusnya dapat menikmati masa-masa remajanya. Yang seharusnya dapat bermain bersama teman-temannya ikut serta dalam berbagai kegiatan sekolah. kini hanya terlelap dalam tangisannya.

Kemarin pagi. Mavera telah siap-siap untuk berangkat kesekolah, sama dengan Kakak laki-lakinya, Owen. Mereka sedang memasang sepatu sambilan menunggu ayah mereka. Owen duluan keluar dari rumah, sedangkan Mavera tetap menunggu ayah nya. Ayah Mavera kini duduk untum memasang sepatu.  

"Vera. Vera tidur nyenyak kan tadi malam?" Tanya ayah nya Mavera sambil memakai sepatu

"Iya, ayah. Vera tidur nyenyak kok." Mavera berbohong. Ia terpaksa berbohong kepada ayah nya.

Ayah nya Mavera sudah selesai masang sepatu, ia pun mendekati putri nya itu lalu memeluknya.

"Kamu anak perempuan ayah satu-satunya. Jangan pernah berbohong kepada ayah, jangan pernah menutupi sesuatu pada ayah. Ayah selalu ada untuk mu, Vera. Ayah menyayangi mu lebih dari Ibu menyayangi Owen. Ayah tau, kamu tadi malam tidak tidur dan kau hanya nangis. Terlihat mata mu masih sebab." Ucap ayah sambil memeluk erat putri nya itu dan mengelus rambut nya.

Mavera rasa nya ingin menangis disana. Mavera emang tidak dapat kasih sayang seorang ibu, tetapi setidaknya Mavera beruntung karna masih memiliki ayah yang sangat sayang dan selalu membelanya Sejak kecil Mavera selalu bercerita aktifitas sehari-hari nya disekolah kepada ayah nya saat ayah nya pulang kerja. Tetapi sekarang, berbeda. Mavera sudah jarang bercerita aktifitas nya kepada ayah nya, karna setiap pulang kerja, ayah nya selalu berantem dengan ibu. Ia takut untuk bercerita, ia juga tidak ingin melihat kedua orang tua nya berantem. Setiap hari nya begitu.

"Mavera sangat iri dengan Owen! Ia bisa mendapatkan kasih sayang seorang ibu, apa yang owen ingin kan selalu dituruti oleh ibu, owen minta disuapin ibu turutin. Dan Owen seperti anak emas di keluarga ini. Owen tidak pernah disuruh ngapa-ngapain, ia selalu disayang. Ia selalu disayang. Aku iri. Aku iri!! Kenapa aku tidak bisa berada diposisi Owen!?" Tulisan yang baru saja ditulis oleh Mavera dibuku diary nya. Ia biasa nya menceritakan keluh kesah nya dibuku diary nya. Ia tidak tahu harus menceritakan kesiapa. "Apakah aku harus mati agar ibu menyesal? Apakah harus begitu?" Ucap Mavera sambil melihat tangan kiri nya yang penuh dengan goresan.

"aku tetap menyayangi

ibu walau dia membenci ku. Ibu yang terhebat. Dan mau bagaimana pun ia lah ibu ku, ia lah yang melahirkan ku." — Diary Mavera Alastriona.

"Kenangan bersama Ibu?

Aku tidak memiliki kenangan indah bersama Ibu. Tapi aku yakin suatu saat nanti akan terukir sebuah kenangan indah saat aku bersama ibuku. Ibu, aku harap ibu benar menyayangiku. Walaupun tidak, aku akan tetap menyayangi Ibu. Aku tidak akan pernah bisa membencimu. Karena kau segalanya untuk ku. Ibu, kuharap ibu tau bagaimana perasaanku. Pedih dan sakit jelas terasa. Ini pilu, sesekali fikiran jahat itu hampir meyakinkan ku untuk membencimu. Namun, jauh di lubuk hati terdalamku masih percaya bahwa ibu menyayangiku.

Kumohon, Tolong lihat aku ibu." — Diary Mavera Alastriona.

Janganlah kau mencoba membenci ibu mu, jauh dilubuk hati ibu mu, ia sebenarnya menyayangi mu, tetapi ia tidak bisa menunjukkan nya. Mungkin perlahan ia bisa menunjukkan nya, hidup itu penuh dengan proses. maka dari itu, tetap lah menyayangi ibu mu selagi ia masih hidup. Hidup akan hampa tanpa ibu. Tetapi Hidup akan lebih hampa jika tanpa kedua orang tua. Jangan mencoba melawan ibu. Ia yang mengurus mu dari bayi hingga kamu besar. Penuh perjuangan untuk menjadi ibu.

Mavera Alastriona, ia adalah anak yang kekurangan kasih sayang seorang ibu, ia selalu disalah kan dan dikucilkan oleh ibu nya sendiri. Tetapi walaupun begitu, Mavera tidak membenci ibu nya, ia tetao menyayangi ibu nya itu. Mavera depresi karna kekurangan support seorang ibu.

Tau istilah 'Mother Wound' ? Jadi, Mother Wound adalah luka emosional yang di sebabkan kurang dan hilangnya support dan kasih sayang dari figur seorang ibu. Mavera Alastriona adalah anak Mother Wound. Karna itu ia merasa depresi dan selalu berpikiran untuk melukai diri, dan mengakhiri hidup nya. 

"Untuk para; Gadisku. Jangan lah engkau sepertiku— Kumohon. Aku tidak ingin penerus Generasi Bangsa akan seperti ku. Cukup aku yang seperti ini. Jangan mencoba berpikiran untuk suicide: mengakhiri hidup. Kumohon untuk kalian ; Gadisku— untuk berhenti menggores tangan kiri kalian dengan alat tajam. Apakah kau tidak kasian dengan tangan kiri mu tersebut dan Apakah kau tidak kasian dengan ibu mu yang susah payah untuk melahirkan mu, Wahai para Gadisku yang cantik? Aku tidak tau pasti, Apakah lelaki juga ada berpikir seperti para Gadis yang sedang mengalami deprsi? Mau kau Perempuan atau lelaki; Kumohon jangan akhiri hidup mu seperti itu." — Pesan dari Mavera Alastriona

"Seorang ibu adalah satu-satunya orang yang membawamu selama sembilan bulan di perutnya, tiga tahun di pelukannya, dan selamanya di hatinya." 

"Selalu dan selalu belajar memaafkan, karena anak butuh kasih sayang dan bantuan orang tuanya agar memperbaiki kesalahannya." — Mavera Alastriona


"Keras kepalaku sama denganmu,

Caraku marah, caraku tersenyum,

Seperti detak jantung yang bertaut,

Nyawaku nyala karena denganmu,

Aku masih ada sampai di sini,

Melihatmu kuat setengah mati,

Seperti detak jantung yang bertaut,

Nyawaku nyala karena denganmu,

Semoga lama hidupmu di sini,

Melihatku berjuang sampai akhir,

Seperti detak jantung yang bertaut,

Nyawaku nyala karena denganmu" ( Bertaut - Nadin Amizah )


Wattpad:

In Another World : I Will Be Your Girlfriend (Akun Wattpad @putriaureliaayv , cerita nya masih ongoing !)

Instagram: @relliuu


Mother Wound - Karya Haifa Putri Aurelia Kusnady 
VIII.E SMPN 7 Mataram

Pembina Literasi Digital Spenju : Ummul Karyati, S.Pd - Ahmad Kadafi, S.Si
Support "Literas Digital dan Media Center Spenju"


Ikuti informasi seputar pendidikan melalui kanal berikut:

Instagram : smpn7 Mataram_

Facebook : Spenju Times

YouTube : SMPN 7 Mataram Official

TikTok : SMPN 7 Mataram_

Blogger : smp7mat.blogspot.com


Jumat, 09 Februari 2024

KEMBALI

Karya : Almaira Esmee Sugiantini _ 7.a

• Prolog

Megah......setidaknya seperti itu pendapat seluruh orang yang melihatnya. Bangunan besar berdinding bata merah terawat rapi bersih dan indah, berdiri di tengah-tengah tanah bukit seluas mata memandang. Dikelilingi pagar besi tinggi berornamen tombak bercat hitam, menambah garang dan segan orang yg hendak bertandang. Gerbang besi berukir lambang keluarga dan diapit gapura berukir dilengkapi pos penjaga, yang membuat semua orang pasti menerka bahwa penghuninya adalah orang terpandang dan kaya.

Tak sedikit orang pasti yang berpendapat bahwa tinggal didalamnya pastilah bak hidup sebagai raja.

Gedong merah megah itu adalah tempat tinggal keluarga terpandang dari clan Astana. Clan penguasa pulau, penguasa bisnis perkapalan ekspedisi antar pulau dan perkebunan. Clan yang cukup disegani di pulau Kalamari ini.

Disalahsatu pojok bangunan kekar Gedong megah itu adalah tempat tinggalku.

Semua memandang aku anak yang tak bersyukur sewaktu aku ditanya gimana rasanya hidup bagaikan seorang putri raja, saya menjawabnya dengan mengacungkan ibujari dan membaiknya menghadap kebawah.

Pendapat mereka yang memandang aku tak bersyukur itu tidaklah salah, buat penghuni yang memang diinginkan, mungkin itu benar. Tapi buat penghuni yang tak diinginkan, pastilah seperti hidup dalam neraka.

 

sumber foto : Wisata hawa mahal india - Istana merah jambu by' Rajasthan Foto (www.istocphoto.com)

*19 tahun yang lalu.

Pengumuman itu sudah tersebar kepelosok pulau, barang siapa yang menemukan anak laki-laki tunggal dari Baginda Tuan, dari clan Astana, maka akan diberikan imbalan yang menggiurkan.

Apabila yang menemukannya adalah laki-laki ataupun perempuan tua maka akan dianggap saudara, dan apabila yang menemukannya laki-laki muda akan diangkat sebagai anak angkatnya dan apabila yang menemukannya adalah perempuan muda maka akan dijadikan menantunya.

Anak laki-laki satu-satunya dari Baginda Tuan yang bernama Kolungga hilang, sewaktu badai menghantam kapalnya yang mengangkut kayu dari negeri seberang.

Selama berbulan-bulan tak ada juga yang membawa kabar baik buat Baginda Tuan. Baginda Tuan sangat resah, kedua saudari Kolungga yang bernama Dewi Ambi dan Dewi ambika bingung dengan kondisi kesehatan ayahnya, Baginda Tuan yang semakin hari semakin menurun.

Dewi Ambika menghibur ayahnya Baginda Tuan dengan membawa ke-3 putri nya yang masih kecil-kecil untuk tinggal dan menetap di Gedong Merah nan megah meninggalkan suaminya yang hanya seorang tentara yang berjaga diperbatasan pulau.

Sedangkan, Dewi Ambi adalah perawan tua yang tidak menikah.

5 bulan sudah lewat, Kolungga belum juga ditemukan, Baginda Tuan nyaris putus asa, maka

dikeluarkanlah pengumuman itu.

Tak berapa lama kehadiran ke-3 cucu putri nya membawa keceriaan sendiri buat Baginda Tuan menjadi pelipur kesedihannya.

Di bulan ke 6, kegembiraan menyelimuti Gedong Merah karena Anak laki-laki satu-satunya dari Baginda Tuan, si Kolungga pulang diantar oleh seorang wanita muda berkulit gelap.

Baginda Tuan senang bukan kepalang, dipeluk eratnya Kolungga, yang menghilang selama 6 bulan dan sekarang kembali pulang.

Badai menghancurkan kapalnya dan Kolungga terdampar di Pulau Legam yang mayoritas penduduknya adalah nelayan dan berwarna kulit gelap. Kolungga ditolong dan dirawat sampai sembuh dari luka-luka nya oleh Maris, gadis pencari kerang di desa nelayan Pulau Legam. Nasi sudah menjadi bubur, ucapan sudah keluar dari mulut Baginda Tuan, dalam pencarian anaknya

Kolungga, maka suka tidak suka, mau tidak mau Baginda Tuan menerima Maris sebagai menantu nya, Baginda Tuan jugalah yang menikahkan Kolungga dengan Maris.

Kolungga dan Maris dikaruniai 2 orang anak, Akelis anak laki-laki dan Aramis anak perempuan. Mereka hidup damai dirumah kecil tepi pantai yang cukup jauh jaraknya dari Gedong Merah nan megah di atas bukit.

 

sumber foto : https://aleena-jolpblogortiz.blogspot.com

• 10 tahun yang lalu

Ketika usiaku masih 2 tahun dan kakakku Akelis berusia 6 tahun, kami dibawa pindah ke Gedong Merah nan megah di atas bukit, sebab sebagai pewaris, ayahku tidaklah boleh jauh dari keluarga dan bisnisnya.

 Aku adalah Aramis anak perempuan dari Kolungga dan Maris.

Kami menempati paviliun sayap kiri dari Gedong Merah, bukan di Gedong utama tempat Baginda Opa dan Baginda Oma tinggal beserta uwak Dewi Ambi dan uwak Dewi Ambika beserta ke-3 sepupuku.

Karena sebagai mantu ibuku bukanlah dari keluarga yang terpandang hanya rakyat biasa dari negeri asing.Tak punya kasta dan harta dan terbiasa hidup sederhana.

Sebagai pewaris, Kolungga haruslah mengurus bisnis yang akan diwariskan padanya. Urusan bisnis perkapalan yang mulai mengakar ke pulau-pulau lainnya mengharuskan ayahku jarang ada di rumah.

Dalam setahun ayahku pulang 2 kali saja, pada saat hari ulangtahun Baginda Opa (Baginda Tuan) dan ulangtahun Baginda Oma.

Hidup kami tak lagi sama. Dan, disinilah kisahku dimulai.

 

sumber foto : https://www.kabarviral79.com

• Masa kini.

Jarak sekolah yang kalau ditempuh dengan mobil hanya memakan waktu 15 menit, tapi untukku bisa memakan waktu 40 menit bahkan 1 jam yang hanya menggunakan sepeda mini tua, yang masih lengkap dengan keranjang didepannya. Keranjang itu tempatku menaruh tas dan tempat ku menaruh segala yang kupungut sepanjang perjalanan pergi dan pulang sekolah. Perjalanan dengan sepeda tua ini sangatlah kunikmati setiap harinya. Tidak ada rasa yang bisa menandinginya sementara ini.

Rasa angin yang menerpa muka. Rasa angin yang meniup rambut pendekku. Bau rumput , bau bunga, suara air yang mengalir di parit di tepian jalan mengiringiku sepanjang waktu. Rasanya bebas. Rasanya lepas. Rasanya aku jadi diriku sendiri hanya dalam perjalanan pergi dan pulang sekolah yang selalu kunikmati.

Hari ini kutuntun sepedaku yang bannya kempis robek karena sesuatu. Pasti ada yang jahil lagi dengan sepedaku.

Tapi hal ini ku syukuri, dengan begini aku ada lebih banyak waktu diluar gedong merah itu. Pelan-pelan kususuri jalan menuju Gedong Merah diujung bukit. Sore ini terasa nyaman sekali. Suara kicauan burung, suara celoteh bercengkrama petani pemetik sayuran sayup-sayup terdengar.

Senyum meringis waktu kuingat, tatkala nanti begitu sampai gerbang pastinya tongkat Baginda Opa sudah menunggu untuk dipukulkan kebetisku.

Tapi,

Ku tak peduli, karena momen pergi dan pulang sekolah saja yang kupunya, tak akan ku biarkan orang merampasnya. Tidak juga oleh Baginda Opa.

 

sumber foto : https://www.istockphoto.com/id/


*4 tahun yang lalu

"Aku gak ingin kamu pergi, kak. Bisakan kakak sekolah disini aja". Bujuk ku pada Akelis kakakku yang memutuskan menerima tawaran Baginda Opa untuk menuntut ilmu di benua Eropa.

"Cuma di sana yang punya sekolah pelayaran dan bisnis perkapalan yang bagus. Jadi kakak harus kesana.cuma 4 tahun kok, gak lama.kamu main sepeda berkeliling perkebunan beberapa kali pasti kakak sudah kembali.percaya deh." Jelas Akelis sambil mengelus kepala ku. Aku hanya terisak-isak menunduk gak mau kakakku melihat aku menangis.

Akelis berlutut didepan ku.

"Kakak janji tiap minggu pagi akan menelpon Ara ke rumah utama (Gedong Merah). Ara harus ada di rumah utama, Minggu paginya ya, jangan peduli omongan uwak dan sepupu kita disana. Kalau Ara gak kerumah utama bagaimana Ara bisa bicara sama kakak?. Dan ingat, Jangan juga sembunyi dari Baginda Opa. belajarlah berani tapi tetap harus sopan sama orang yang lebih tua ya. Mintalah ijin untuk ikut bicara sama kakak kalau kakak telpon ya. Ara janji sama kakak ya." Pinta Akelis. Aku hanya mengangguk-angguk setuju sambil memeluk erat kakakku.penuh ingus dan air mata dipundaknya tapi aku tak peduli. tak ingin kulepaskan kakakku dari pelukan ku.

Kurasakan tangan kurus mama mengambil alih pelukanku.kupeluk erat mama dan menangis di dadanya.

" Jangan biarkan Akelis pergi ma, siapa yang akan jaga kita.papa sudah lama tak pulang. Sekarang kak Akelis mau pergi." Kumohon pada mama sambil menangis.

"Kan ada mama yang selalu jaga aramis.tenang saja gak akan ada yang berani melukai Aramis selama mama masih ada.mama janji ". Peluk mama.dan kurasakan juga pelukan Akelis dari belakang.kami bertiga saling peluk.

" Begitu Akelis nanti bisa bekerja di negeri Eropa, Akelis akan kembali dan membawa Aramis dan mama ikut Akelis. Kita tinggalkan pulau Kalamari ini.kita cari kehidupan kita sendiri.Akelis janji ma". Bisik kakak di telinga kami dalam berpelukan.

" Sampai waktu itu tiba,mama dan Ara janji ya, untuk kuat dan tambah.jangan menyerah." Pinta Akelis pada kami.kamipun mengangguk-angguk kepala tanda setuju.

 

sumber foto : https://www.madjongke.com/2018/08/

• 1 tahun yang lalu

Baginda Opa dan Baginda Oma selalu menggapku tidak ada. aku dan mama buka sesuatu yang penting tampaknya. Aku salah apa. Bingung sendiri dengan sikap mereka. Tapi katanya mama biarkan saja. Tidak usah diambil perduli. Bingung dengan apa maksudnya mama bicara juga.

Kadangkala.....Tanpa ada alasan yang jelas aku sering kali dipukul pakai penjalin pemukul kasur oleh uwak Ambika. Dimana uwak Ambi hanya diam menyaksikan.

Tentu saja uwak melakukan itu tanpa sepengetahuan mama. Belum lagi kata-kata hinaan yang diucapkan untuk ku dan Mama ku...yang terkadang aku sendiri tak mengerti apa artinya itu. Kerja tanpa henti dengan para pelayan lainnya.

Sepertinya buat mereka itu belumlah cukup, masih ditambah lagi para sepupu yang kusuka menjadikan aku sebagai eksperimen kegiatan salon kecantikan mereka. Sering kali aku dijadikan kelinci percobaan salon potong rambutnya. Rambutku selalu jadi korban kebodohan dan ketidaktrampilan mereka dengan gunting. Tertusuk gunting sudah menjadi langganan. Mama sangatlah marah pastinya tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Dan bukan lagi rahasia yang harus ditutupi diantara pelayan kalau Baginda Opa dan Baginda Oma, para uwak dan para sepupu memperlakukan aku dan mamaku bukanlah sebagai anggota keluarga. Mereka hanya bisa diam.

Miris sekali ya.

Gedong Merah sangatlah luas jadi mama dan para pelayan bahu membahu membersihkan dan merawatnya. Mamaku diperlakukan selayaknya pelayan di Gedong Merah ini. Makan pun kami harus didapur bersama pelayan yang lain. Kecuali hari dimana ada papaku datang barulah kami makan di meja yang besar dengan Baginda Opa duduk diujung meja.

Papa sebagai ayah terlalu sering tidak bisa membantu kondisi kami disini. papa seperti nya terlalu takut pada Baginda Opa.

Kami hanya bisa berdiri dibelakang kakak. Akelis cukup diterima oleh Baginda Opa. Mungkin karena statusnya yang cucu laki-laki satu-satunya. Sedangkan perlakuan kepadaku sangatlah berbeda.

Aku yang berusia 12 tahun harus sibuk melayani sepupu-sepupuku yang berusia diatas 19 tahun. Timpang rasanya.

Tahun-tahun pertama seperti neraka tanpa kehadiran papa dan sekarang ditambah tanpa pembelaan kakak.

Pernah ku bertanya pada mama, " Mama kenapa tak pergi saja dari sini?"

"Mama gak akan tinggalkan kalian ditangan orang yang tidak menyayangi kalian.lagipula mama mau kemana? Setelah menikah dengan papamu, mama dibuang oleh suku mama sendiri. Dianggap keluar dari suku karena menikah dengan suku lain. Yang mama punya cuma kalian. Dimana ada kalian disitu surga mama." Jawab mama sambil membelai rambutku yang pendek. Lambat laun aku dan mama jadi terbiasa.beradaptasi kalau mau survive.mengikuti maunya yang punya gedong merah.

Hari itu, di musim penghujan, tanpa sebab yang jelas mamaku ditemukan tak sadarkan diri di teras Gedong Merah. Kepala nya terluka cukup parah.dibutuhkan waktu 3 Minggu untuk mama

bisa bangun dari tempat tidur dan berdiri lagi.

Aku masih tak mengerti bagaimana mama bisa jatuh dari atas tangga yang menuju teras. Mau menuduh orang lain tapi buktinya tidak ada. Selama mama sakit aku yang menggantikan tugas mama bahu membahu dengan pelayan di gedong merah itu.

Sampai kapan situasi ini membelit kami???

 

sumber foto : https://redaksi.com/16148

*Sore itu

Hari ini juga sepertinya sepeda tuaku dijahili lagi. Bannya kempes lagi. Teman-teman di sekolah sepertinya tidak jauh berbeda memperlakukan ku seperti alien saja. Tapi mereka sepertinya sudah kehabisan ide menjahiliku. Aksinya hanya di ban kempes setiap harinya. Mungkin mereka mulai bosan akan reaksiku yang sudah tidak seperti dulu. Menangis....sekarang aku hanya menerima tanpa banyak tanya. Kalau kata orang berambut emas dari negeri Eropa bilang," I don't care anymore."

Lagi....Sore ini aku harus menuntun sepedaku untuk pulang. Untungnya aku di gedong merah itu masih ada Abah Aco, tukang kebun yang selalu tiap petang memperbaiki dan menganti ban sepedaku, agar bisa kupergunakan lagi esok harinya.

Kutarik napas dalam-dalam dan kuhembuskan pelan-pelan. Rasanya cukup tenang. Walaupun jalanku sedikit pincang karena kaki masih sakit akibat pukul Baginda Opa kemarin sore. Cuaca sore ini cukup tenang dan berangin. Bau jemuran bunga Jepun yang dijemur di depan rumah-rumah warga. Semerbak sepanjang jalan.

Seperti biasa mereka hanya melambaikan tangan saja. Sepertinya tidak berani mau banyak membantu kondisiku, mungkin takut pada Baginda Opa yang memiliki hampir seluruh tanah perkebunan disini, dimana para warga sini bekerja.

Diam.

Sepertinya adalah jawaban untuk tidak mau terlibat dalam urusan orang lain agar tidak membawa kesulitan buat mereka sendiri.

Terbiasa.

Itu pula yang aku alami.menerima tanpa banyak protes atau tanpa banyak melawan, bahkan tanpa banyak tanya lagi untuk menghindari masalah baru.

Tiba-tiba mataku tertuju pada layang-layang yang tersangkut di atas pohon nangka. Kondisi layang-layang itu masih baik tidaklah robek atau rusak. Sepertinya aku bisa menjangkaunya dengan sedikit memanjat, pikirku. Lalu, kuputuskan memanjat pohon nangka yang ada di tikungan jalan ini. Layang-layang yang tersangkut ituharus bisa kuambil dari dahan yang nampak cukup kokoh kalau jadi pijakan kaki ku nanti.

Kusandarkan sepeda ku di semak tanaman rambat.

Hap...kumulai meraih cabang pohon nangka untuk mendapatkan layang-layang berbentuk kepala panda itu. Lucu juga pikirku layang-layang itu, kalau kumainkan di belakang paviliun sayap kiri dari Gedong Merah pastilah seru.

Hap..hap... sedikit lagi pikir ku,kujulurkan tangan ku untuk meraih layang-layang berbentuk kepala panda itu.sedikit lagi pikirku sambil kugeserkan kaki ku ke dahan itu. Dapat. Tanganku meraih layang-layang itu. Tapi... rasanya tubuhku melayang.... lalu gelap.... Sepi....gelap.

Dari jauh sayup-sayup terdengar suara kendaraan datang. Suara pintu kendaraan dibuka dan dibanting.

Terdengar suara-suara yang memanggil namaku,

" Aramis... Aramis... ngapain Kamu di situ? Aramis.... Aramis...".

" Anak gila, rupanya dia naik pohon dan jatuh, lihat kepalanya berlumuran darah. Ayo kita angkat dia ke mobil?"

" Kamu gila ya ,Sekar, biarkan aja dia disini nanti ada orang lain yang lewat yang akan tolong dia. Biarkan dia disini,Jangan sampai kita bermasalah dengan Om Kolungga dan Akelis. Ayo pergi ".

"Kalau dia mati bagaimana, wangi?" "Siapa mau perduli!!"

"Dengar kata harum, untuk apa kita perduli. Ayo Sekar kita tinggalkan tempat ini.!!"

Suara pintu mobil dibuka dan ditutup. Dan suara mesin mobil yang menyala dan menderu.... suaranya itu semakin menjauh.

 

sumber foto : https://ngonoo.com

• Masa kini

"Apa yang terjadi sama Aramis sebenarnya ma? Dokter tadi kasih informasi , selain kepala luka akibat benturan ada juga bekas luka benda tajam yang sudah mengering di kepalanya. Beberapa luka lebam yang menghitam disekitar betisnya. Tuhan, ...Apa yang dialami adikku selama aku tak ada disini belakangan ini?" Tangis Akelis memeluk ibunya.

Maris tak henti-henti nya menangis dalam pelukan Akelis. Mereka hanya bisa berpelukan dan memandang gadis 12 tahun terbujur koma di dalam ruangan ICU. Hanya bisa memandang dari kaca diluar ruangan.

" Bangun Aramis,kakak pulang ini. Kakak kembali untuk membawamu dan mama pergi. Ayo bangun. "

" Aramis.... bangun adiknya kakak yang paling kuat, bangunlah."


sumber foto : https://berbagairumah.blogspot.com

• Taman bermain

" Hai pemalas,ayo bangun. Mau bermain layang-layang tidak dengan ku?"

Ku gosok mataku, silau dengan sinar mentari, dan lalu , samar-samar nampak jelas anak laki-laki sebaya ku berdiri menggenggam tali layang-layang dengan layang-layang berbentuk kepala panda.

"Ayo bangun, jangan tidur terus. Ayo main bersama ku". "Dimana aku ini? Kok rasanya kepala ku sakit sekali?"

"Kamu kebanyakan tidur, makanya sakit kepalamu. Sekarang...Kamu ada di taman bermain, gak liat tuh, banyak anak-anak bermain disana." Ditunjukkan nya sekumpulan anak-anak yang sedang bermain, ada yang bermain bola, ada yang bermain kejar-kejaran,ada yang bermain layang-layang dan ada yang duduk-duduk menikmati suasana taman.

Indah dan tentram sekali rasanya taman ini. Aku tersenyum...gak pernah rasanya senyaman dan setentram ini. "Ayo ...main layang-layang bersama kami."

Aku bangun dan berdiri dan mulai mengejar anak itu dan layang-layang berbentuk kepala

panda....kami tertawa-tawa.riang. senang sekali rasanya.

"Aramis... Aramis.... kembalilah...ayo bangun... kembalilah Aramis!!!"

Terdengar sayup-sayup suara kak Akelis dan mama memanggil....dimana mereka, hanya suaranya saja yang ku dengar....tapi aku masih mau main sebentar lagi... Masih mau rasanya bebas dan tak takut terutama pada Gedong Merah dan penghuninya.

"Sabar... sebentar lagi.... masih seru main disini!! Sahutku sambil mengejar layang-layang yang dibawa lari anak laki-laki itu.

 

sumber foto : Youtube "Panda Bear Kite"

*Masa kini

2 Minggu sudah Aramis di ICU.

" Aku gak perduli, yang aku mau adikku kubawa untuk dirawat di rumah sakit negeri Eropa.biar dia dapat perawatan yang lebih baik dengan alat-alat yang lebih canggih daripada disini. Jangan ada yang berani menghalangi aku, kalau masih mau aku tetap di clan Astana.!' teriak

Akelis pada Baginda Opa dan Kolungga, papanya Mereka hanya bisa diam.

" Cukup sudah aku diam. Cukup sudah aku tutup mulut dan membiarkan dan mentolerir semuanya...aku bukan pengecut seperti papa." Teriak Akelis.

Hening....2 jam berlalu....

Tak berapa lama....

Ambulance yang membawa Aramis menuju negeri Eropa mulai meninggalkan perbatasan pulau Kalamari.... suara sirine sayup-sayup terdengar yang lambat laun semakin jelas.

Jemari Aramis mulai bergerak....

" Aramis... bangun...ayo kembali tidakkah kau lihat aku sudah kembali untuk membawa mu dan mama pergi...ayo bangun. Tidak kah kau ingin lihat kincir angin dinegeri Eropa.... Aramis... bangun.... ayo kembali untuk kakak dan mama."

 

sumber foto : wallpapercave.com

• Taman Bermain

"Stop dulu ya...aku seperti mendengar ada yang memanggil namaku. Sepertinya suara mama dan kakakku."

"Ayo main aja dulu.... nanti aja itu....kapan lagi kamu bisa main sepuasnya."

"Betul juga kamu.....hahahaha.... hahahaha.... Dimana tidak ada rasa sakit di kaki yang terus menerus kudapati dari Baginda Opa, dimana tidak ada rasa iri, tidak ada rasa dengki, tidak ada rasa benci yang tak jelas alasannya, tidak perduli kaya maupun, miskin,pendek, tinggi, hitam, putih, mata sipit atau mata belok, hidung mancung ataupun pesek....

yang ada hanya senyuman dan tawa riang.....ayo main lagi..."

"Aramis... Aramis... kembali...kakak sudah kembali... untuk membawa mu dan mama pergi ke negeri yang ada kincir anginnya. ayo Aramis.... kembali..."

"Hei kawan sepertinya aku harus kembali, kakakku memangil tanpa henti.... sampai jumpa lain

kali ya."

Aramis melambaikan tangan pada kawan yang mengajaknya bermain layang-layang berlari berlawanan arah menjauhinya.

Anak itu hanya mengangguk mengerti.

Beberapa waktu kemudian " Aku dimana ini?"....

" Akhirnya .....kau kembali...."

" Kita dalam perjalanan menuju negeri kebebasan "

 

sumber foto : https://khazanah.republika.co.id

Cerpenfiksi#thedarksideofme#AlmairaEsmee

KEMBALI - Karya : Almaira Esmee Sugiantini
VII.A SMPN 7 Mataram
Pembina Literasi Digital Spenju : Ummul Karyati, S.Pd - Ahmad Kadafi, S.Si
Support "Literas Digital Spenju dan Media Center Spenju"


Ikuti informasi seputar pendidikan melalui kanal berikut:

Instagram : smpn7 Mataram_
Facebook : Spenju Times
YouTube : SMPN 7 Mataram Official
TikTok : SMPN 7 Mataram_
Blogger : smp7mat.blogspot.com



School Tour MPLS SMPN 7 Mataram

School Tour MPLS SMPN 7 Mataram 1. Siapa nama kepala sekolah, Kasubag Tata Usaha, Wakil Kepala Sekolah dan Kepala Perpustakaan Spenju? 2. Ka...