KURIR SANDEKALA
Almaira Esmee Sugiantini
Prologue
Waktu
itu.
Ragu. Kupandang lagi waktu di handphone jadulku, menunjukan waktu 19.14 WITA. Masih ragu rasanya mau masuk ke rumah itu. Kutengok Kanan kiri jalan satu arah ini sangatlah sepi. Dari gerbang ini menuju rumah bangunan peninggalan Belanda itu mungkin sekitar 15 sampai 17 meter. Kondisinya sepi..... Tanpa penerangan sama sekali. Cahaya yang kudapat hanya dari handphone jadul ini.
Kalau tahu bakal begini gelapnya, malas ku ambil pengiriman terakhir dari ship kerjaku hari ini. Tapi karena tergiur ongkos kirim yang akan aku dapatkan maka ku ambil juga pengiriman ini. Lumayan bisa untuk pakai beli bensin. Koh Edi bilang tadi, sudah ditunggu sama pak Safi'i mantan pegawai kantor pos yang sekarang jadi pengurus rumah peninggalan Belanda ini. Kabarnya rumah ini dibeli kenalan keluarga pak Safi'i.Kuhela napas lagi, Tapi rupa pak Safi'i yang gendut dan tidak berambut itu tidaklah ada tampak sama sekali.
Kalau
ku panggil dari sini. Gak bakalan kedengeran sampai di teras itu. Jalan
satu-satunya ku harus berani masuk. Kutarik napas dalam-dalam dan mulai
mendorong gerbang. Satu kantong plastik besar kutenteng memasuki halaman. Ku
tengok ke belakang. Memastikan kunci motor sudah dicabut dan kuraba disaku
celana, ada kunci motor itu disana.
Kok
sepi sekali sih..., sambil melangkah ku mulai menyesali keputusanku untuk antar
belanjaan ini. 2 pak lilin, 1 kg gula pasir, 4 kotak susu cair, 1 bungkus roti
tawar, 1 cup mentega dan 1 pak korek api kayu.
Teringat
kata Andi tadi, waktu dia mengantarkan belanjaan untuk bos nya pak Safi'i tempo
hari, dia diberi tips yang cukup lumayan. Ku tengok kanan dan kiri sambil
melangkah mendekati teras, sepanjang jalan masuk sampai teras rumputnya sudah
rapi, dan sudah ditanami bunga-bungaan juga rupanya. Bersih dan tertata rapi.
" Permisi.....permisi.....pak Safi'i....saya kurir dari Edi mart. Permisi." Kumulai berteriak memanggil pak Safi'i. Berat rasanya belanjaan ini. Maka kutaruh dibawah sambil mulai merogoh handphone disaku. Kalau kunyalakan handphone pasti ada cahaya sedikit pikirku.
"Permisi.....permisi.....pak Safi'i.....ini Bagas pak, dari EdiMart, mengantarkan barang pesanan."teriakku lagi. Masih sepi, tanpa jawaban. Kuintip kedalam dari jendela kaca dengan penerangan lampu dari handphone, tidak ada tanda - tanda orang didalam.
Mati. Sialan. Cahaya handphone mati. Kujadi sulit melihat kedalam lagi, pandangan kualihkan ke handphone agar mau nyala lagi. Sulit , handphone jadul ini sudah gak bisa diajak kompromi.Ku ketok-ketok kecil belakang handphone jadul ini agar mau menyala. Kesal sendiri, saat-saat cukup mencekam gini handphone gak mau nyala.
Sepi.....lalu....Samar-samar
ku dengar langkah kaki. Samar-samar ku dengar lantai kayu yang berbunyi.
Samar-samar mulai nampak cahaya dari ujung anak tangga. Cahaya lilin yang tidak
mau diam, meliuk-liuk mempersulit untuk ku melihat siapa yang membawa lilin..Kumasukan
handphone kesaku celana, percuma tidak mau nyala. Kudekatkan muka dan kedua
telapak tangan ke kaca jendela. Memastikan ada cahaya dan ada orang yang akan
membuka pintu,
Samar-samar
cahaya lilin itu mulai menuruni tangga. Siapa itu. Jantungku rasanya berhenti
berdetak. Kakiku rasanya kaku. Cahaya lilin dan orang itu sampailah di anak
tangga paling bawah. Itu perempuan. Itu hantu. Itu perempuan hantu Belanda,
penghuni rumah ini. Pikirku.
" Hantu......!!!!!! " teriakku sambil lari .....tak perduli dengan belanjaan yang Masih tergeletak dilantai teras, tak perduli dengan tips yang besar, tak perduli berapa Kali kutersandung, tak perduli sandalku tertinggal satu. Yang ku perduli, sampai pintu gerbang. Dorong motor sekencang-kencangnya. Kudorong terus motor. Tak kuperdulikan suara dibelakangku ...." Hei....hei ..." Tujuanku cuma satu. Lari dari situ.
Setelah lelah ku berlari sambil mendorong motorku, baru ku sadar, kenapa tidak kunaiki saja motor ini dari tadi. Bodohnya aku. Lalu mulaiku cari kunci motor disaku, nyalakan mesin motor. dan melaju tanpa tengok belakang lagi. Rumah ...... Pulang ke rumah yang ada dikepalaku.
Rumah.
Akhirnya sampai juga. Rasanya lama sekali perjalanan dari rumah tua peninggalan
Belanda diujung desa itu sampai ke rumah.
Tak
bisa kulupakan wajah perempuan Belanda itu yang samar tertimpa cahaya lilin.
Dengan rambut gelombang emasnya yang terurai sebahu. Apakah tadi yang kulihat
itu nyata. Apakah hantu itu benar adanya. Lama ku merenung diatas motor tuaku
yang sudah terparkir di depan rumah.
Pintu rumahku terbuka, " Kok lama sekali masuk kedalam kak? Cepetan, mandi terus kita makan." Anggi melongok dari balik pintu. Kuhanya bisa mengangguk lesu. Tak akan kuceritakan pada Anggi. Nanti hanya akan jadi bahan olok-olokan dia saja, tekadku.
Tiga
hari yang lalu.
Kupandangi
dengan bangga hasil kerjaku sore itu. Motor tua, dengan cat yang sudah memudar,
banyak lecet dimana-mana ini telah bersih tak tercela. Senyum puas kuhadiahi
pada diriku sendiri. Besok pagi - pagi sekali akan kupamerkan pada Andi,
Rahma,Ayu dan Maya rekan kerjaku di toko serba ada milik Koh Edi, "
EdiMart."
" Kak Bagas disuruh mandi sama ibu, cepetan !. Bapak sudah mau pulang lho, Anggi sudah bantu atur meja makan." Anggi berlari masuk lagi kedalam rumah.
"
Jangan lari-lari dalam rumah Anggi !!" Teriak Bagas dari teras.
"
Mandi kata ibu, bau tahu." Sahut Anggi sambi berlari masuk kedalam
rumah seperti tak perduli dengan
peringatan kakaknya.
Dipandanginya
lagi hasil kerjanya petang itu. " Bersih .... Seperti baru. Besok adalah
hari pertama persahabatan kita terjalin kawan. " Ucap Bagas sambi mengelus
jok motornya.
Seminggu
yang lalu.
"
Bu, tadi bapak dipanggil Manager Cabang." Kata bapak memecahkan kesunyian
makan malam hari itu. Ibu meletakan sendoknya dipiring, urung menyuapkan
nasinya. Cemas...tampak jelas diwajah ibu. Tapi, sebelum ibu mulai menghujani
bapak dengan segala pertanyaan dan teorinya, bapak segera melanjutkan bicaranya
setelah menengguk minumnya.
" Kata bos bapak dikantor, mulai tanggal 1 bulan depan, bapak akan mengepalai divisi pengiriman dalam kota, jadi untuk mempermudah kerja bapak, bos di kantor memberikan fasilitas berupa kendaraan. Jadi, 4 hari lagi bapak akan mendapatkan motor matic keluaran terbaru yang sudah ada logo "JNE " nya dan tulisan motonya, connecting happiness, menyambungkan kebahagiaan dari generasi ke generasi." Jelas bapak.
Kami
langsung bangkit dari kursi masing-masing dan memeluk bapak di kursinya. Bapak
tertawa bahagia.
"
Jadi motor astrea lama bapak bisa Bagas yang pake ya ?" Tanyaku penuh
harap sambil memandang bapak yang sibuk dengan kunyahanannya. Lalu bapak
mengangguk-anggukan kepalanya.
"
Bener pak ?" Tanyaku memastikan.
"Iya."
sahut bapak. " Tapi, besok siang
bapak bawa ke bengkel untuk ganti olinya dulu, dan mengecek rem dan mengganti
joknya yang robek. Biar nyaman kamu pakai nanti. Tapi ingat berhubung kamu
masih 16 tahun, kamu gunakan motor itu untuk ke sekolah dan untuk mempermudah
kamu kerja sambillanmu di toserba Koh Edi saja. Jadi kalau pulang gak jalan
kaki lagi.
"
Makasih pak, makasih,"sahutku penuh senyum. Sibuk membayangkan enaknya
punya motor sendiri tanpa harus nunggu giliran pakai dengan bapak.
"
Berarti Anggi mulai tanggal 1 dianter jemput kak Bagas kan pak ? Gak jalan Kaki
lagi kalau sekolah. Tanya Anggi penuh harap.
"
Oh iya. Tugas antar jemput sekolah kamu nanti kak Bagas yang urus." Sahut
bapak sambil bersadar di kursinya tanda sudah selesai makan malamnya.
"
Sekarang Anggi bantu ibu cuci piring dulu." Perintah ibu.
Epilogue
Sore
ini.
Kuparkirkan
motorku didepan toserba tempatku bekerja
paruh waktu, EdiMart. Setelah pulang sekolah langsung kukesini tanpa ganti baju
dulu. Agak ragu ku mau masuk. Sudah kubisa bayangkan marahnya Koh Edi dengan
kejadian pengiriman kemarin petang. Pastinya pak Safi'i sudah mengkomplain atas
pelayanan ku yang tidak baik. Tapi ku ingat pesan bapak semalam, setelah makan
malam kuceritakan kejadian menyeramkan itu pada bapak. Berdua saja dengan
bapak. Bapak mendengatkan dengan serius. Tanpa menertawakan tingkahku sama
sekali. Tingkah yang sampai lupa mengambil uang pembayaran atas barang yang
dipesan. Bapak bilang, " Kamu harus berani bertanggungjawab atas kelalaian yang sudah kamu perbuat.
Sebagai seorang kurir pantang pulang kalau barang kiriman belum sampai ditangan
pelanggan. Semua kurir punya cerita suka dukanya sendiri, jadikan motivasi
untuk lebih baik lagi dalam melayani." Pesan bapak malam itu.
Tidak mengambil pembayaran pengiriman barang kemarin petang itu. Untuk mengganti kerugian Koh Edi, bapak bersedia membantu membayarkan dahulu atas barang pengiriman petang itu. Konsekuensinya uang jajanku akan dipotong. Nasib.
Semua sedang tertawa didepan meja kasirnya si Rahma,, ada Koh Edi, ada Andi, ada Maya dan seperti ada pak Safi'i juga. Kuhela napas panjang sambil mendorong pintu kaca toserba. Tawa riuh mereka makin menggema melihat kedatanganku.
"
Wah jagoan kita muncul juga rupanya ." Koh Edi berkata sambil tertawa.
Rahma Dan Maya senyum - senyum geli.
"
Koh, saya minta maaf, tidak langsung bawa uang COD nya kemarin petang. Saya
langsung pulang ke rumah." Tuturku sambil menunduk malu. Tidak biasanya
saya berlaku tidak tepat waktu dalam menyeramkan uang hasil COD barang begini.
"
Sudah dibayarkan langsung sama pak Safi'i nya nih, sambil menceritakan kejadian
dimana kemarin petang kamu lari tungganglanggang sambil dorong motor. Habis
lihat hantu, ya? " Sahut Koh Edi sambil menahan tawa.
Pak
Safi'i yang dari tadi diam langsung tertawa terbahak -bahak.perut gendutnya,
bergerak turun naik mengikuti irama tawanya.
"Loh,
Koh Edi kok bisa tahu saya lari lihat hantu ?"Tanyaku kebingungan.
"
Itu bukan hantu. " Kata pak Safi'i. " Itu ibu Wilhelmina Nichmann,
orang Belanda yang menyewa rumah yang saya pelihara. Sudah lebih dari seminggu
beliau disini. Beliau itu datang jauh-jauh dari Amsterdam mau ber nostalgia,
dahulu kakeknya adalah staff kantor pos Belanda yang ada di Kota kita ini pada
masa penjajahan dulu gitu. Nah rumah itu dulunya tempat kakeknya tinggal."
Jelas pak Safi'i panjang lebar.
"
Jadi sandekala kemarin itu yang saya lihat bukan hantu perempuan Belanda kan
pak ?"Tanyaku untuk lebih yakin.
"
Lah ya bukan. " Tegas pak Safi'i lagi. Diiringi tawa dari semua.
Karya. : Almaira Esmee Sugiantini
Kelas. : 8A
Sekolah : SMPN 7 Mataram
Alamat. : Jl.Bung Karno No.88 Pagutan, Mataram NTB
#JNEContentCompetition2024
#GasssTerusSemangatKreativitasnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar