Jumat, 09 Februari 2024

KEMBALI

Karya : Almaira Esmee Sugiantini _ 7.a

• Prolog

Megah......setidaknya seperti itu pendapat seluruh orang yang melihatnya. Bangunan besar berdinding bata merah terawat rapi bersih dan indah, berdiri di tengah-tengah tanah bukit seluas mata memandang. Dikelilingi pagar besi tinggi berornamen tombak bercat hitam, menambah garang dan segan orang yg hendak bertandang. Gerbang besi berukir lambang keluarga dan diapit gapura berukir dilengkapi pos penjaga, yang membuat semua orang pasti menerka bahwa penghuninya adalah orang terpandang dan kaya.

Tak sedikit orang pasti yang berpendapat bahwa tinggal didalamnya pastilah bak hidup sebagai raja.

Gedong merah megah itu adalah tempat tinggal keluarga terpandang dari clan Astana. Clan penguasa pulau, penguasa bisnis perkapalan ekspedisi antar pulau dan perkebunan. Clan yang cukup disegani di pulau Kalamari ini.

Disalahsatu pojok bangunan kekar Gedong megah itu adalah tempat tinggalku.

Semua memandang aku anak yang tak bersyukur sewaktu aku ditanya gimana rasanya hidup bagaikan seorang putri raja, saya menjawabnya dengan mengacungkan ibujari dan membaiknya menghadap kebawah.

Pendapat mereka yang memandang aku tak bersyukur itu tidaklah salah, buat penghuni yang memang diinginkan, mungkin itu benar. Tapi buat penghuni yang tak diinginkan, pastilah seperti hidup dalam neraka.

 

sumber foto : Wisata hawa mahal india - Istana merah jambu by' Rajasthan Foto (www.istocphoto.com)

*19 tahun yang lalu.

Pengumuman itu sudah tersebar kepelosok pulau, barang siapa yang menemukan anak laki-laki tunggal dari Baginda Tuan, dari clan Astana, maka akan diberikan imbalan yang menggiurkan.

Apabila yang menemukannya adalah laki-laki ataupun perempuan tua maka akan dianggap saudara, dan apabila yang menemukannya laki-laki muda akan diangkat sebagai anak angkatnya dan apabila yang menemukannya adalah perempuan muda maka akan dijadikan menantunya.

Anak laki-laki satu-satunya dari Baginda Tuan yang bernama Kolungga hilang, sewaktu badai menghantam kapalnya yang mengangkut kayu dari negeri seberang.

Selama berbulan-bulan tak ada juga yang membawa kabar baik buat Baginda Tuan. Baginda Tuan sangat resah, kedua saudari Kolungga yang bernama Dewi Ambi dan Dewi ambika bingung dengan kondisi kesehatan ayahnya, Baginda Tuan yang semakin hari semakin menurun.

Dewi Ambika menghibur ayahnya Baginda Tuan dengan membawa ke-3 putri nya yang masih kecil-kecil untuk tinggal dan menetap di Gedong Merah nan megah meninggalkan suaminya yang hanya seorang tentara yang berjaga diperbatasan pulau.

Sedangkan, Dewi Ambi adalah perawan tua yang tidak menikah.

5 bulan sudah lewat, Kolungga belum juga ditemukan, Baginda Tuan nyaris putus asa, maka

dikeluarkanlah pengumuman itu.

Tak berapa lama kehadiran ke-3 cucu putri nya membawa keceriaan sendiri buat Baginda Tuan menjadi pelipur kesedihannya.

Di bulan ke 6, kegembiraan menyelimuti Gedong Merah karena Anak laki-laki satu-satunya dari Baginda Tuan, si Kolungga pulang diantar oleh seorang wanita muda berkulit gelap.

Baginda Tuan senang bukan kepalang, dipeluk eratnya Kolungga, yang menghilang selama 6 bulan dan sekarang kembali pulang.

Badai menghancurkan kapalnya dan Kolungga terdampar di Pulau Legam yang mayoritas penduduknya adalah nelayan dan berwarna kulit gelap. Kolungga ditolong dan dirawat sampai sembuh dari luka-luka nya oleh Maris, gadis pencari kerang di desa nelayan Pulau Legam. Nasi sudah menjadi bubur, ucapan sudah keluar dari mulut Baginda Tuan, dalam pencarian anaknya

Kolungga, maka suka tidak suka, mau tidak mau Baginda Tuan menerima Maris sebagai menantu nya, Baginda Tuan jugalah yang menikahkan Kolungga dengan Maris.

Kolungga dan Maris dikaruniai 2 orang anak, Akelis anak laki-laki dan Aramis anak perempuan. Mereka hidup damai dirumah kecil tepi pantai yang cukup jauh jaraknya dari Gedong Merah nan megah di atas bukit.

 

sumber foto : https://aleena-jolpblogortiz.blogspot.com

• 10 tahun yang lalu

Ketika usiaku masih 2 tahun dan kakakku Akelis berusia 6 tahun, kami dibawa pindah ke Gedong Merah nan megah di atas bukit, sebab sebagai pewaris, ayahku tidaklah boleh jauh dari keluarga dan bisnisnya.

 Aku adalah Aramis anak perempuan dari Kolungga dan Maris.

Kami menempati paviliun sayap kiri dari Gedong Merah, bukan di Gedong utama tempat Baginda Opa dan Baginda Oma tinggal beserta uwak Dewi Ambi dan uwak Dewi Ambika beserta ke-3 sepupuku.

Karena sebagai mantu ibuku bukanlah dari keluarga yang terpandang hanya rakyat biasa dari negeri asing.Tak punya kasta dan harta dan terbiasa hidup sederhana.

Sebagai pewaris, Kolungga haruslah mengurus bisnis yang akan diwariskan padanya. Urusan bisnis perkapalan yang mulai mengakar ke pulau-pulau lainnya mengharuskan ayahku jarang ada di rumah.

Dalam setahun ayahku pulang 2 kali saja, pada saat hari ulangtahun Baginda Opa (Baginda Tuan) dan ulangtahun Baginda Oma.

Hidup kami tak lagi sama. Dan, disinilah kisahku dimulai.

 

sumber foto : https://www.kabarviral79.com

• Masa kini.

Jarak sekolah yang kalau ditempuh dengan mobil hanya memakan waktu 15 menit, tapi untukku bisa memakan waktu 40 menit bahkan 1 jam yang hanya menggunakan sepeda mini tua, yang masih lengkap dengan keranjang didepannya. Keranjang itu tempatku menaruh tas dan tempat ku menaruh segala yang kupungut sepanjang perjalanan pergi dan pulang sekolah. Perjalanan dengan sepeda tua ini sangatlah kunikmati setiap harinya. Tidak ada rasa yang bisa menandinginya sementara ini.

Rasa angin yang menerpa muka. Rasa angin yang meniup rambut pendekku. Bau rumput , bau bunga, suara air yang mengalir di parit di tepian jalan mengiringiku sepanjang waktu. Rasanya bebas. Rasanya lepas. Rasanya aku jadi diriku sendiri hanya dalam perjalanan pergi dan pulang sekolah yang selalu kunikmati.

Hari ini kutuntun sepedaku yang bannya kempis robek karena sesuatu. Pasti ada yang jahil lagi dengan sepedaku.

Tapi hal ini ku syukuri, dengan begini aku ada lebih banyak waktu diluar gedong merah itu. Pelan-pelan kususuri jalan menuju Gedong Merah diujung bukit. Sore ini terasa nyaman sekali. Suara kicauan burung, suara celoteh bercengkrama petani pemetik sayuran sayup-sayup terdengar.

Senyum meringis waktu kuingat, tatkala nanti begitu sampai gerbang pastinya tongkat Baginda Opa sudah menunggu untuk dipukulkan kebetisku.

Tapi,

Ku tak peduli, karena momen pergi dan pulang sekolah saja yang kupunya, tak akan ku biarkan orang merampasnya. Tidak juga oleh Baginda Opa.

 

sumber foto : https://www.istockphoto.com/id/


*4 tahun yang lalu

"Aku gak ingin kamu pergi, kak. Bisakan kakak sekolah disini aja". Bujuk ku pada Akelis kakakku yang memutuskan menerima tawaran Baginda Opa untuk menuntut ilmu di benua Eropa.

"Cuma di sana yang punya sekolah pelayaran dan bisnis perkapalan yang bagus. Jadi kakak harus kesana.cuma 4 tahun kok, gak lama.kamu main sepeda berkeliling perkebunan beberapa kali pasti kakak sudah kembali.percaya deh." Jelas Akelis sambil mengelus kepala ku. Aku hanya terisak-isak menunduk gak mau kakakku melihat aku menangis.

Akelis berlutut didepan ku.

"Kakak janji tiap minggu pagi akan menelpon Ara ke rumah utama (Gedong Merah). Ara harus ada di rumah utama, Minggu paginya ya, jangan peduli omongan uwak dan sepupu kita disana. Kalau Ara gak kerumah utama bagaimana Ara bisa bicara sama kakak?. Dan ingat, Jangan juga sembunyi dari Baginda Opa. belajarlah berani tapi tetap harus sopan sama orang yang lebih tua ya. Mintalah ijin untuk ikut bicara sama kakak kalau kakak telpon ya. Ara janji sama kakak ya." Pinta Akelis. Aku hanya mengangguk-angguk setuju sambil memeluk erat kakakku.penuh ingus dan air mata dipundaknya tapi aku tak peduli. tak ingin kulepaskan kakakku dari pelukan ku.

Kurasakan tangan kurus mama mengambil alih pelukanku.kupeluk erat mama dan menangis di dadanya.

" Jangan biarkan Akelis pergi ma, siapa yang akan jaga kita.papa sudah lama tak pulang. Sekarang kak Akelis mau pergi." Kumohon pada mama sambil menangis.

"Kan ada mama yang selalu jaga aramis.tenang saja gak akan ada yang berani melukai Aramis selama mama masih ada.mama janji ". Peluk mama.dan kurasakan juga pelukan Akelis dari belakang.kami bertiga saling peluk.

" Begitu Akelis nanti bisa bekerja di negeri Eropa, Akelis akan kembali dan membawa Aramis dan mama ikut Akelis. Kita tinggalkan pulau Kalamari ini.kita cari kehidupan kita sendiri.Akelis janji ma". Bisik kakak di telinga kami dalam berpelukan.

" Sampai waktu itu tiba,mama dan Ara janji ya, untuk kuat dan tambah.jangan menyerah." Pinta Akelis pada kami.kamipun mengangguk-angguk kepala tanda setuju.

 

sumber foto : https://www.madjongke.com/2018/08/

• 1 tahun yang lalu

Baginda Opa dan Baginda Oma selalu menggapku tidak ada. aku dan mama buka sesuatu yang penting tampaknya. Aku salah apa. Bingung sendiri dengan sikap mereka. Tapi katanya mama biarkan saja. Tidak usah diambil perduli. Bingung dengan apa maksudnya mama bicara juga.

Kadangkala.....Tanpa ada alasan yang jelas aku sering kali dipukul pakai penjalin pemukul kasur oleh uwak Ambika. Dimana uwak Ambi hanya diam menyaksikan.

Tentu saja uwak melakukan itu tanpa sepengetahuan mama. Belum lagi kata-kata hinaan yang diucapkan untuk ku dan Mama ku...yang terkadang aku sendiri tak mengerti apa artinya itu. Kerja tanpa henti dengan para pelayan lainnya.

Sepertinya buat mereka itu belumlah cukup, masih ditambah lagi para sepupu yang kusuka menjadikan aku sebagai eksperimen kegiatan salon kecantikan mereka. Sering kali aku dijadikan kelinci percobaan salon potong rambutnya. Rambutku selalu jadi korban kebodohan dan ketidaktrampilan mereka dengan gunting. Tertusuk gunting sudah menjadi langganan. Mama sangatlah marah pastinya tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Dan bukan lagi rahasia yang harus ditutupi diantara pelayan kalau Baginda Opa dan Baginda Oma, para uwak dan para sepupu memperlakukan aku dan mamaku bukanlah sebagai anggota keluarga. Mereka hanya bisa diam.

Miris sekali ya.

Gedong Merah sangatlah luas jadi mama dan para pelayan bahu membahu membersihkan dan merawatnya. Mamaku diperlakukan selayaknya pelayan di Gedong Merah ini. Makan pun kami harus didapur bersama pelayan yang lain. Kecuali hari dimana ada papaku datang barulah kami makan di meja yang besar dengan Baginda Opa duduk diujung meja.

Papa sebagai ayah terlalu sering tidak bisa membantu kondisi kami disini. papa seperti nya terlalu takut pada Baginda Opa.

Kami hanya bisa berdiri dibelakang kakak. Akelis cukup diterima oleh Baginda Opa. Mungkin karena statusnya yang cucu laki-laki satu-satunya. Sedangkan perlakuan kepadaku sangatlah berbeda.

Aku yang berusia 12 tahun harus sibuk melayani sepupu-sepupuku yang berusia diatas 19 tahun. Timpang rasanya.

Tahun-tahun pertama seperti neraka tanpa kehadiran papa dan sekarang ditambah tanpa pembelaan kakak.

Pernah ku bertanya pada mama, " Mama kenapa tak pergi saja dari sini?"

"Mama gak akan tinggalkan kalian ditangan orang yang tidak menyayangi kalian.lagipula mama mau kemana? Setelah menikah dengan papamu, mama dibuang oleh suku mama sendiri. Dianggap keluar dari suku karena menikah dengan suku lain. Yang mama punya cuma kalian. Dimana ada kalian disitu surga mama." Jawab mama sambil membelai rambutku yang pendek. Lambat laun aku dan mama jadi terbiasa.beradaptasi kalau mau survive.mengikuti maunya yang punya gedong merah.

Hari itu, di musim penghujan, tanpa sebab yang jelas mamaku ditemukan tak sadarkan diri di teras Gedong Merah. Kepala nya terluka cukup parah.dibutuhkan waktu 3 Minggu untuk mama

bisa bangun dari tempat tidur dan berdiri lagi.

Aku masih tak mengerti bagaimana mama bisa jatuh dari atas tangga yang menuju teras. Mau menuduh orang lain tapi buktinya tidak ada. Selama mama sakit aku yang menggantikan tugas mama bahu membahu dengan pelayan di gedong merah itu.

Sampai kapan situasi ini membelit kami???

 

sumber foto : https://redaksi.com/16148

*Sore itu

Hari ini juga sepertinya sepeda tuaku dijahili lagi. Bannya kempes lagi. Teman-teman di sekolah sepertinya tidak jauh berbeda memperlakukan ku seperti alien saja. Tapi mereka sepertinya sudah kehabisan ide menjahiliku. Aksinya hanya di ban kempes setiap harinya. Mungkin mereka mulai bosan akan reaksiku yang sudah tidak seperti dulu. Menangis....sekarang aku hanya menerima tanpa banyak tanya. Kalau kata orang berambut emas dari negeri Eropa bilang," I don't care anymore."

Lagi....Sore ini aku harus menuntun sepedaku untuk pulang. Untungnya aku di gedong merah itu masih ada Abah Aco, tukang kebun yang selalu tiap petang memperbaiki dan menganti ban sepedaku, agar bisa kupergunakan lagi esok harinya.

Kutarik napas dalam-dalam dan kuhembuskan pelan-pelan. Rasanya cukup tenang. Walaupun jalanku sedikit pincang karena kaki masih sakit akibat pukul Baginda Opa kemarin sore. Cuaca sore ini cukup tenang dan berangin. Bau jemuran bunga Jepun yang dijemur di depan rumah-rumah warga. Semerbak sepanjang jalan.

Seperti biasa mereka hanya melambaikan tangan saja. Sepertinya tidak berani mau banyak membantu kondisiku, mungkin takut pada Baginda Opa yang memiliki hampir seluruh tanah perkebunan disini, dimana para warga sini bekerja.

Diam.

Sepertinya adalah jawaban untuk tidak mau terlibat dalam urusan orang lain agar tidak membawa kesulitan buat mereka sendiri.

Terbiasa.

Itu pula yang aku alami.menerima tanpa banyak protes atau tanpa banyak melawan, bahkan tanpa banyak tanya lagi untuk menghindari masalah baru.

Tiba-tiba mataku tertuju pada layang-layang yang tersangkut di atas pohon nangka. Kondisi layang-layang itu masih baik tidaklah robek atau rusak. Sepertinya aku bisa menjangkaunya dengan sedikit memanjat, pikirku. Lalu, kuputuskan memanjat pohon nangka yang ada di tikungan jalan ini. Layang-layang yang tersangkut ituharus bisa kuambil dari dahan yang nampak cukup kokoh kalau jadi pijakan kaki ku nanti.

Kusandarkan sepeda ku di semak tanaman rambat.

Hap...kumulai meraih cabang pohon nangka untuk mendapatkan layang-layang berbentuk kepala panda itu. Lucu juga pikirku layang-layang itu, kalau kumainkan di belakang paviliun sayap kiri dari Gedong Merah pastilah seru.

Hap..hap... sedikit lagi pikir ku,kujulurkan tangan ku untuk meraih layang-layang berbentuk kepala panda itu.sedikit lagi pikirku sambil kugeserkan kaki ku ke dahan itu. Dapat. Tanganku meraih layang-layang itu. Tapi... rasanya tubuhku melayang.... lalu gelap.... Sepi....gelap.

Dari jauh sayup-sayup terdengar suara kendaraan datang. Suara pintu kendaraan dibuka dan dibanting.

Terdengar suara-suara yang memanggil namaku,

" Aramis... Aramis... ngapain Kamu di situ? Aramis.... Aramis...".

" Anak gila, rupanya dia naik pohon dan jatuh, lihat kepalanya berlumuran darah. Ayo kita angkat dia ke mobil?"

" Kamu gila ya ,Sekar, biarkan aja dia disini nanti ada orang lain yang lewat yang akan tolong dia. Biarkan dia disini,Jangan sampai kita bermasalah dengan Om Kolungga dan Akelis. Ayo pergi ".

"Kalau dia mati bagaimana, wangi?" "Siapa mau perduli!!"

"Dengar kata harum, untuk apa kita perduli. Ayo Sekar kita tinggalkan tempat ini.!!"

Suara pintu mobil dibuka dan ditutup. Dan suara mesin mobil yang menyala dan menderu.... suaranya itu semakin menjauh.

 

sumber foto : https://ngonoo.com

• Masa kini

"Apa yang terjadi sama Aramis sebenarnya ma? Dokter tadi kasih informasi , selain kepala luka akibat benturan ada juga bekas luka benda tajam yang sudah mengering di kepalanya. Beberapa luka lebam yang menghitam disekitar betisnya. Tuhan, ...Apa yang dialami adikku selama aku tak ada disini belakangan ini?" Tangis Akelis memeluk ibunya.

Maris tak henti-henti nya menangis dalam pelukan Akelis. Mereka hanya bisa berpelukan dan memandang gadis 12 tahun terbujur koma di dalam ruangan ICU. Hanya bisa memandang dari kaca diluar ruangan.

" Bangun Aramis,kakak pulang ini. Kakak kembali untuk membawamu dan mama pergi. Ayo bangun. "

" Aramis.... bangun adiknya kakak yang paling kuat, bangunlah."


sumber foto : https://berbagairumah.blogspot.com

• Taman bermain

" Hai pemalas,ayo bangun. Mau bermain layang-layang tidak dengan ku?"

Ku gosok mataku, silau dengan sinar mentari, dan lalu , samar-samar nampak jelas anak laki-laki sebaya ku berdiri menggenggam tali layang-layang dengan layang-layang berbentuk kepala panda.

"Ayo bangun, jangan tidur terus. Ayo main bersama ku". "Dimana aku ini? Kok rasanya kepala ku sakit sekali?"

"Kamu kebanyakan tidur, makanya sakit kepalamu. Sekarang...Kamu ada di taman bermain, gak liat tuh, banyak anak-anak bermain disana." Ditunjukkan nya sekumpulan anak-anak yang sedang bermain, ada yang bermain bola, ada yang bermain kejar-kejaran,ada yang bermain layang-layang dan ada yang duduk-duduk menikmati suasana taman.

Indah dan tentram sekali rasanya taman ini. Aku tersenyum...gak pernah rasanya senyaman dan setentram ini. "Ayo ...main layang-layang bersama kami."

Aku bangun dan berdiri dan mulai mengejar anak itu dan layang-layang berbentuk kepala

panda....kami tertawa-tawa.riang. senang sekali rasanya.

"Aramis... Aramis.... kembalilah...ayo bangun... kembalilah Aramis!!!"

Terdengar sayup-sayup suara kak Akelis dan mama memanggil....dimana mereka, hanya suaranya saja yang ku dengar....tapi aku masih mau main sebentar lagi... Masih mau rasanya bebas dan tak takut terutama pada Gedong Merah dan penghuninya.

"Sabar... sebentar lagi.... masih seru main disini!! Sahutku sambil mengejar layang-layang yang dibawa lari anak laki-laki itu.

 

sumber foto : Youtube "Panda Bear Kite"

*Masa kini

2 Minggu sudah Aramis di ICU.

" Aku gak perduli, yang aku mau adikku kubawa untuk dirawat di rumah sakit negeri Eropa.biar dia dapat perawatan yang lebih baik dengan alat-alat yang lebih canggih daripada disini. Jangan ada yang berani menghalangi aku, kalau masih mau aku tetap di clan Astana.!' teriak

Akelis pada Baginda Opa dan Kolungga, papanya Mereka hanya bisa diam.

" Cukup sudah aku diam. Cukup sudah aku tutup mulut dan membiarkan dan mentolerir semuanya...aku bukan pengecut seperti papa." Teriak Akelis.

Hening....2 jam berlalu....

Tak berapa lama....

Ambulance yang membawa Aramis menuju negeri Eropa mulai meninggalkan perbatasan pulau Kalamari.... suara sirine sayup-sayup terdengar yang lambat laun semakin jelas.

Jemari Aramis mulai bergerak....

" Aramis... bangun...ayo kembali tidakkah kau lihat aku sudah kembali untuk membawa mu dan mama pergi...ayo bangun. Tidak kah kau ingin lihat kincir angin dinegeri Eropa.... Aramis... bangun.... ayo kembali untuk kakak dan mama."

 

sumber foto : wallpapercave.com

• Taman Bermain

"Stop dulu ya...aku seperti mendengar ada yang memanggil namaku. Sepertinya suara mama dan kakakku."

"Ayo main aja dulu.... nanti aja itu....kapan lagi kamu bisa main sepuasnya."

"Betul juga kamu.....hahahaha.... hahahaha.... Dimana tidak ada rasa sakit di kaki yang terus menerus kudapati dari Baginda Opa, dimana tidak ada rasa iri, tidak ada rasa dengki, tidak ada rasa benci yang tak jelas alasannya, tidak perduli kaya maupun, miskin,pendek, tinggi, hitam, putih, mata sipit atau mata belok, hidung mancung ataupun pesek....

yang ada hanya senyuman dan tawa riang.....ayo main lagi..."

"Aramis... Aramis... kembali...kakak sudah kembali... untuk membawa mu dan mama pergi ke negeri yang ada kincir anginnya. ayo Aramis.... kembali..."

"Hei kawan sepertinya aku harus kembali, kakakku memangil tanpa henti.... sampai jumpa lain

kali ya."

Aramis melambaikan tangan pada kawan yang mengajaknya bermain layang-layang berlari berlawanan arah menjauhinya.

Anak itu hanya mengangguk mengerti.

Beberapa waktu kemudian " Aku dimana ini?"....

" Akhirnya .....kau kembali...."

" Kita dalam perjalanan menuju negeri kebebasan "

 

sumber foto : https://khazanah.republika.co.id

Cerpenfiksi#thedarksideofme#AlmairaEsmee

KEMBALI - Karya : Almaira Esmee Sugiantini
VII.A SMPN 7 Mataram
Pembina Literasi Digital Spenju : Ummul Karyati, S.Pd - Ahmad Kadafi, S.Si
Support "Literas Digital Spenju dan Media Center Spenju"


Ikuti informasi seputar pendidikan melalui kanal berikut:

Instagram : smpn7 Mataram_
Facebook : Spenju Times
YouTube : SMPN 7 Mataram Official
TikTok : SMPN 7 Mataram_
Blogger : smp7mat.blogspot.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

School Tour MPLS SMPN 7 Mataram

School Tour MPLS SMPN 7 Mataram 1. Siapa nama kepala sekolah, Kasubag Tata Usaha, Wakil Kepala Sekolah dan Kepala Perpustakaan Spenju? 2. Ka...